Review Skripsi dengan judul Usulan Penerapan Metode DMAIC untuk Meningkatkan Kualitas Ban di PT. Multistrada Arah Sarana,Tbk

0

Metode yang dapat digunakan guna mengetahui tingkat kecacacatan suatu produk dengan metodeenam sigma, dimana untuk mencapai hal tersebut enam sigma menggunakan suatu metode yang dikenal sebagai DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and Control).  PT. Multistrada Arah Sarana, Tbk merupakan perusahaan yang berpengalaman sebagai produsen ban dari Indonesia lebih dari 10 tahun. Produksi ban telah memiliki pangsa pasar baik dalam negeri maupun mancanegara. Ban memiliki peranan penting dalam kendaraan, dimana memiliki fungsi yang sangat kompleks dan berperan penting terhadap keselamatan pengendara. Salah satu hasil produksi ban diamati adalah tipe ban PCR (Passenger Car Radial) size A04 yang merupakan produk ban mobil dengan jumlah produksi terbanyak, sehingga menghasilkan profit yang besar bagi perusahaan. Penggunaan metodologi DMAIC tersebut diharapkan akan mengurangi tingkat kecacatan suatu produk khususnya produk ban pada PT. Multistrada Arah Sarana.Tbk.

Tahapan implementasi peningkatan mutu dengan six sigma terdiri dari lima langkah dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and control)

Jenis kecacatan yang paling dominan pada produk ban PCR size A04 diantaranya cord ply terlihat di area inner liner (EX/IN) dengan persentase kecacatan 30,6%, ada scorch atau noda hangus di area ply (FM/SP) dengan persentase kecacatan 25,7%, dan perubahan bentuk tidak beraturan di area tread atau tapak ban (DFM/T) sebanyak 23,7%. Faktor dominan penyebab kecacatan dari aspek manusia yaitu operator lelah berpengaruh pada ketelitian, dan juga operator tidak melakukan pekerjaan berdasarkan standar ketetapan kerja perusahaan, dari aspek material yang digunakan memiliki kualitas yang kurang baik, dari aspek metode yaitu proses curing tidak mengikuti standar yang telah ditetapkan. Faktor penyebab kecacatan pada aspek mesin yaitu kondisi cetakan (mold) tidak bersih atau terdapat material lain, pengaturan mesin curing tidak sesuai, dan kurangnya perawatan terhadap mesin curing tersebut, dan pada aspek lingkungan yaitu tingkat kebisingan yang cukup tinggi dan bau menyengat dari bahan baku menurunkan konsentrasi operator.

Nilai DPMO sebesar 7803,1387 atau 7804 cacat per satu juta kesempatan dengan nilai sigma 3,91σ. Nilai sigma yang diperoleh perusahaan cukup baik karena telah mencapai level 4σ, namun tetap perlu dilakukan perbaikan secara terus menerus dalam mencapai level 6σ. 3. Usulan perbaikan dalam meminimalkan tingkat kecacatan produk dapat dengan meningkatkan kinerja operator. Sebagian besar faktor kecacatan yang ada disebabkan oleh operator untuk melakukan double check dari sebelum proses curing dimulai hingga selesai meliputi inspeksi temperatur mesin, input parameter mesin, pengontrolan kondisi mold maupun segment, pembersihan cetakan ataumold sesuai jadwal yaitu 14 hari dan juga setiap pergantian tipe dan size ban, memberi tanda pengenal (pembeda) pada setiap jenis mold dancorrective maintenance. Oleh karena beban kerja operator produksi yang cukup berat, perusahaan perlu membentuk suatu bagian khusus yang bertanggung jawab atas pengaturan mesin dan program mesin curing, dan juga pemberian display yang menunjang kegiatan tersebut, serta peningkatan pengawasan kinerja operator dan pemberian sanksi apabila operator mengabaikan tata cara kerja berdasarkan SOP.

Sumber :

Usulan Penerapan Metode DMAIC untuk Meningkatkan Kualitas Ban di PT. Multistrada Arah Sarana,Tbk disusun oleh Rani Darsita Mahasiswa Teknik Industri Universitas Gunadarma

Perencanaan Organisasional

0

Struktur-Organisasi

Perencanaan Organisasional adalah suatu proses pembentukan kegunaan yang teratur untuk semua sumber daya dalam sistem manajemen. Penggunaan yang teratur tersebut menekankan pada pencapaian tujuan sistem manajemen dan membantu wirausahawan tidak hanya dalam pembuatan tujuan yang nampak tetapi juga didalam menegaskan sumber daya yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan organisasional adalah suatu proses pemikiran dan penentuan prioritas yang prioritas yang harus dilakukan secara menyeluruh sebelum melakukan tindakan yang sebenarnya-benarnya dalam rangka mencapai tujuan. Penggunaan yang teratur tersebut menekankan pada pencapaian tujuan sistem manajemen dan membantu wirausahawan tidak hanya dalam pembuatan tujuan yang nampak tetapi juga didalam menegaskan sumber daya yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Perencanaan Organisasi mempunyai 2 maksud tujuan yaitu perlindungan (protective) dan kesepakatan (Affirmative).

Perlindungan (Protective)

Maksud dari perlindungan dalam melakukan perencanaan organisasi yaitu eminimisasi resiko dengan mengurangi ketidakpastian disekitar kondisi bisnis dan menjelaskan konsekuensi tindakan menejerial yang berhubungan.

Kesepakatan (Affirmative)

Dengan adanya kesepakatan dalam perencanaan organisasional pastinya akan tercipta keberhasilan, oleh karena itu dengan adanya kesepakatan akan meningkatkan tingkat keberhasilan dalam organisasional.

Secara garis besar bahwa tujuan perencanaan yaitu untuk suatu usaha yang terkoordinasi dalam organisasi sehingga akan menciptakan keefisienan dan menghasilkan perencanaan yang baik.

Dalam berorganisasi tentu kita membutuhkan sumber daya yang baik dan tepat sehingga akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penggunaannya. Henry Fayol telah mengembangkan 16 pedoman umum yang dapat digunakan ketika mengorganisasi sumber daya. Pedoman tersebut dipublikasikan pertama kali di Inggris pada tahun 1949. Garis besar pedoman tersebut merupakan suatu saran yang bernilai bagi wirausahawan dalam melakukan suatu perencanaan organisasional dalam usaha. Berikut adalah isi dari 16 pedoman umum yang dapat digunakan ketika mengorganisasi sumber daya.

Menyiapkan dan melaksanakan rencana operasional secara bijaksana

Mengorganisasi faset kemanusiaan dan bahan sehingga konsisten dengan tujuan-tujuan, sumber daya-sumber daya, dan kebutuhan dari persoalan tersebut.

Menetapkan wewenang tunggal, kompeten, enerjik, dan menuntun (Struktur manajemen formal)

Mengkoordinasi semua aktivitas-aktivitas dan usaha-usaha

Merumuskan keputusan yang jelas, berbeda, dan tepat.

Menyusun bagi seleksi yang efisien sehingga tiap-tiap departemen dipimpin oleh seorang manajer yang kompeten, enerjik dan tiap-tiap karyawan ditempatkan pada tempat dimana dia bisa menyumbangkan tenaganya secara maksimal

Mendefinisakan tugas-tugas

Mendorong inisiatif dan tanggung jawab

Memberikan balas jasa yang adil dan sesuai bagi jasa yang diberikan

Memfungsikan sanksi terhadap kesalahan dan kekeliruan

Mempertahankan disiplin

Menjamin bahwa kepentingan individu konsisten dengan kepentingan umum dari organisasi

Mengakui adanya satu komando

Mempromosikan koordinasi bahan dan kemanusiaan

Melembagakan dan memberlakukan pengawasan

Menghindari adanya pengaturan, birokrasi (red tape) dan kertas kerja
Pembagian Tenaga Kerja (Divison Of Labor), Konsep pembagian tenaga kerja diberikan pada berbagai bagian tugas tertentu diantara sejumlah anggota organisasi kewirausahawan. Ilustrasi pembagian tenaga kerja yang secara umum digunakan adalah lini produksi mobil. Satu individu tidak dipeintahkan untuk merakit seluruh mobil, tetapi bagian tertentu dari mobillah yang akan dirakit oleh berbagai individu. Tentunya dalam pembagian tenaga kerja terdapat yang namanya keuntungan dan kerugian didalamnya, dan semua itu akan berdampak positif maupun negatif.

Keuntungan pembagian tenaga kerja

Pekerja berspesialisasi dalam tugas tertentu sehingga keterampilan dalam tugas tertentu meningkat

Tenaga kerja tidak kehilangan waktu dari satu tugas ke tugas yang lain

Pekerja memusatkan diri pada satu pekerjaan dan membuat pekerjaan lebih mudah dan efisien

Pekerja hanya perlu mengetahui bagaimana melaksanakan bagian tugas dan bukan proses keseluruhan produk

Kerugian pembagian tenaga kerja

Pembagian kerja hanya dipusatkan pada efisiensi dan manfaat ekonomi yang mengabaikan variabel manusia

Kerja yang terspesialisasi cenderung menjadi sangat membosankan yang akan berakibat tingkat produksi menurun

Menurut Chester Barnard akan makin banyak perintah manajer yang diterima dalam jangka panjang jika

Saluran formal dari komunikasi digunakan oleh manajer dan dikenal semua anggota organisasi

Tiap anggota organisasi telah menerima saluran komunikasi formal melalui mana dia menerima perintah

Lini komunikasi antara manajer bawahan bersifat langsung

Rantai komando yang lengkap

Manajer memiliki keterampilan komunikasi yang memadai

Manajer menggunakan lini komunikasi formal hanya untuk urusan organisasional

Suatu perintah secara otentik memang berasal dari manajer

Sumber:
Wiratmo, Masykur. 1994. Kewirausahawan. Jakarta: Gunadarma.

http://resaputrabotti.blogspot.co.id/

https://sariaryanti.wordpress.com

 

Statistical Process Control (SPC)

1

 

2.1       Statistical Process Control (SPC)

            Tahun 1900-an, industri AS umumnya memiliki karakteristik dengan banyaknya toko kecil yang menghasilkan produk-produk sederhana, seperti film atau perabotan. Toko-toko kecil ini biasanya seorang pekerja adalah seorang tukangyang bertanggung jawab secara penuh terhadap mutu kerjanya. Para pekerja dapat menjamin mutu kerjanya terhadap bahan, keahlian dalam pembuatan, serta penyesuaian dan pencocokan yang selektif. Awal tahun 1900-an, pabrik-pabrik mulai bermunculan dimana orang-orang dengan pelatihan yang terbatas dibentuk ke dalam lini-lini perakitan yang besar. Produk-produk menjadi semakin rumit. Pekerja individu tidak lagi memiliki kendali penuh terhadap mutu produk. Suatu staf semi-profesional, yang biasanya dinamakan departemen pemeriksaan, bertanggung jawab terhadap mutu dari produk. Tanggung jawab dari mutu produk tersebut biasanya dipenuhi oleh 100% inspeksi dari seluruh karakteristik yang penting. Terdapat perbedaan yang terdeteksi, maka masalah ini akan ditangani oleh supervisor departemen perusahaan. Intinya, kualitas dicapai dari pemeriksaan mutu produk (Marchal, 2007).

Tahun 1920-an, Dr. Walter A. Shewhart dari Nell Telephone Laboratories, mengembangkan konsep-konsep pengendalian mutu secara statistik (statistical quality control) dan memperkenalkan konsep pengendalian mutu dari sebuah produk yang sedang diproduksi, berbeda dengan pemeriksaan mutu produk setelah produk tersebut diproduksi. Upaya mencapai tujuan dari pengendalian mutu, Shewhart mengembangkan teknik pembuatan diagram untuk mengendalikan pelaksanaan prosesproduksi perusahaan. Shewart juga memperkenalkan konsep dari inspeksi sampel statistik untuk mengukur kualitas produk yang sedang diproduksi. Konsep ini menggantikan metode lama dari pemeriksaan setiap bagian produksi setelah produk diselesaikan di dalam pelaksanaan produksi (Marchal, 2007).

Metode SPC menjadi benar-benar mandiri selama Perang Dunia II. Kebutuhan akan ribuan produk yang berhubungan dengan perang seperti detektor bom, radar yang akurat dan peralatan elektronik lainnya, dengan biaya serendah mungkin mempercepat penggunaan dari sampling statistik dan diagram-diagram kontrol mutu. PD II, teknik statistik ini telah dikembangkan dan dipertajam. Penggunaan komputer juga telah memperluas kegunaan teknik-teknik tersebut. Perang Dunia II hampir secara total menghasutkan kapasitas produksi Jepang. Alih-alih memperlengkapi metode-metode produksi mereka yang lama, orang Jepang lebih memilih untuk mengumpulkan bantuan dari alm. Dr. W. Edwards Deming, dari Departemen Pertanian AS untuk membantu mereka mengembangkan suatu rencana keseluruhan. Beberapa seminar dengan perencana Jepang, Deming menekankan sebuah filosofi yang saat ini dikenal sebagai 14 Prinsip Deming. Deming menekankan bahwa mutu berasal dari perbaikan proses, bukan dari pemeriksaan dan mutu tersebut ditentukan oleh pelanggan yang menggunakan (Marchal, 2007).

 

2.1.1    Definisi Statistical Process Control (SPC)

Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian kualitas statistik (statistical quality control) sering disebut sebagai pengendalian proses statistik (statistical process control). Pengendalian kualitas statistik dan pengendalian proses statistik memang merupakan dua istilah yang saling dipertukarkan, yang apabila dilakukan bersama-sama maka pemakai akan melihat gambaran kinerja proses masa kini dan masa mendatang. Hal ini disebabkan pengendalian proses statistik dikenal sebagai alat yang bersifat online untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi dalam proses saat ini. Pengendalian kualitas statistik menyediakan alat-alat offline untuk mendukung analisis dan pembuatan keputusan yang membantu apakah proses dalam keadaaan stabil dan dapat diprediksi setiap tahapannya, hari demi hari, dan dari pemasok ke pemasok (Cawley dan Harold, 1999).

Pengendalian kualitas statistik mempunyai cakupan yang lebih luas karena di dalamnya terdapat pengendalian proses statistik, pengendalian produk (acceptance sampling), dan analisis kemampuan proses. Konsep terpenting dalam pengendalian kualitas statistik adalah variabilitas, dimana semua prosedur pengendalian kualitas statistik membuat keputusan berdasar sampel yang diambil dari populasi yang lebih besar. Variabilitas yang dimaksud adalah variabilitas antar sampel (misalnya range atau standar deviasi). Sampel diambil apabila sampel dari populasi yang sama, variasi statistik akan terjadi dari sampel ke sampel dan variasi range dapat dihitung. Bentuk ini merupakan dasar dari batas yang dihitung pada peta pengendali (control chart) dan banyaknya penerimaan yang digunakan pada acceptance sampling. Penyimpangan atau variabilitas tidak dikenal, maka dilakukan pencarian dengan penyesuaian proses dan klasifikasi bahan baku yang datang (Maleyeff, 1994).

Pengendalian kualitas proses statistik (statistical process control) merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan sebagai pemonitor, pengendali, penganalisis, pengelola, dan memperbaiki proses menggunakan metode-metode statistik. Filosofi pada konsep pengendalian kualitas proses statistik atau lebih dikenal dengan pengendalian proses statistik (statistical process control) adalah output pada proses atau pelayanan dapat dikemukakan ke dalam pengendalian statistik melalui alat-alat manajemen dan tindakan perancangan (Ariani, 2004).

Pengendalian proses statistik merupakan penerapan metode-metode statistik untuk pengukuran dan analisis variasi proses. Menggunakan pengendalian proses statistik ini maka dapat dilakukan analisis dan minimasi penyimpangan atau kesalahan, mengkuantifikasikan kemampuan proses, menggunakan pendekatan statistik dengan dasar six-sigma, dan membuat hubungan antara konsep dan teknik yang ada untuk mengadakan perbaikan proses. Tujuan utama dalam pengendalian proses statistik adalah mendeteksi adanya khusus (assignable cause atau special cause) dalam variasi atau kesalahan proses melalui analisis data dari masa lalu maupun masa mendatang. Variasi proses sendiri terdiri dari dua macam penyebab, yaitu penyebab umum (random cause atau chance cause atau common cause) yang sudah melekat pada proses, dan penyebab khusus (assignable cause atau special cause) yang merupakan kesalahan yang berlebihan. Idealnya, hanya penyebab umum yang ditunjukkan atau yang tampak dalam proses, karena hal tersebut menunjukkan bahwa proses berada dalam kondisi stabil dan dapat diprediksi. Kondisi ini menunjukkan variasi minimum (Ariani, 2004).

Proses pengurangan proses apabila dilakukan akan menghasilkan beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah sebagai berikut (Gryna, 2001):

  1. Variabilitas menjadi lebih kecil yang dihasilkan dari adanya perbaikan kinerja yang dapat dilihat oleh pelanggan.
  2. Mengurangi variabilitas pada karakteristik komponen yang merupakan cara untuk mengimbangi variabilitas yang tinggi pada komponen lain untuk memenuhi persyaratan kinerja pada sistem atau perakitan, untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut memang diperlukan adanya pengendalian secara ketat pada setiap komponen.
  3. Beberapa karakteristik seperti berat, pengurangan variabilitas juga akan memberikan manfaat pada perubahan rata-rata proses yang dapat menyebabkanpengurangan biaya.
  4. Berkurangnya variabilitas akan mengurangi banyaknya inspeksi dan besarnya biaya inspeksi. Hal ini akan mendorong ditekannya harga produk tersebut.
  5. Berkurangnya variabilitas merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan kemampuan bersaing suatu produk dan memperbesar pangsa pasar.

Proses pelayanan dikatakan dalam pengendalian statistik apabila penyebab khusus (assignable cause atau special cause)  dari penyimpangan atau variasi tersebut seperti penggunaan alat, kesalahan operator dalam melakukan proses, kesalahan dalam penyiapan mesin untuk proses produksi. Kesalahan penghitungan, kesalahan bahan baku, dan sebagainya tidak tampak dalam proses (Montgomery, 1991).

Pengertian lain, sasaran pengendalian proses statistik adalah mengurangi penyimpangan khusus dalam proses dan dengan cara mencapai stabilitas dalam proses. Stabilitas proses tercapai, kemampuan proses dapat diperbaiki dengan mengurangi penyimpangan karena sebab umum (commoncause) seperti penyimpangan dalam bahan baku, kondisi emosional karyawan, penurunan kinerja mesin, penurunan suhu udara, naik-turunnya kelembaban udara, dan sebagainya (Antony, 2000).

Penentuan apakah proses berada dalam pengendalian, pengendalian proses statistik menggunakan alat yang disebut peta pengendali (control chart) yang merupakan gambar sederhana dengan tiga garis, di mana garis tengah yang disebut garis pusat (center line) merupakan target nilai pada beberapa kasus, dan kedua garis lainnya merupakan batas pengendali atau dan batas pengendali bawah. Peta pengendali (control chart) tersebut memisahkan penyebab peyimpangan menjadi penyebab umum dan penyebab khusus melalui batas pengendalian. Penyimpangan atau kesalahan melebihi batas pengendalian, menunjukkan bahwa penyebab khusus telah masuk ke dalam proses dan proses harus diperiksa untuk mengidentifikasi penyebab dari penyimpangan atau kesalahan yang berlebihan tersebut. Kesalahan yang disebabkan karena sebab umum berada di dalam batas pengendalian. Hal ini berarti dalam proses sebaiknya hanya penyebab umum yang terjadi, sehingga secara langsung kesalahan yang diperoleh tersebut dapat distabilkan (Caulcutt, 1996).

 

2.1.2    Manfaat Statistical Process Control (SPC)

Pengendalian proses statistik dikatakan berada dalam batas pengendalian apabila hanya terdapat kesalahan yang disebabkan oleh sebab umum. Berdasarkan hal tersebut tentunya memberikan manfaat penting, yaitu (Gryna, 2001):

  1. Proses memiliki stabilitas yang akan memungkinkan organisasi dapat memprediksi perilaku peling tidak untuk jangka pendek.
  2. Proses memiliki identitas dalam menyusun seperangkat kondisi yang penting untuk membuat prediksi masa mendatang.
  3. Proses yang berada dalam kondisi “berada dalam batas pengendalian statistik” beroperasi dengan variabilitas yang lebih kecil daripada proses yang memiliki penyebab khusus. Variabilitas rendah penting untuk memenangkan persaingan.
  4. Proses yang mempunyai penyebab khusus merupakan proses yang tidak stabil dan memiliki kesalahan yang berlebihan yang harus ditutup dengan mengadakan perubahan untuk mencapai perbaikan.
  5. Mengetahui bahwa proses berada dalam batas pengendali statistik akan membantu karyawan dalam menjalankan proses tersebut, atau dapat dikatakan, apabila data berada dalam batas pengendali, maka tidak perlu lagi dibuat penyesuaian atau perubahan. Hal ini disebabkan penyesuaian atau perubahan kembali yang tidak diperlukan justru akan menambah kesalahan, bukan mengurangi.
  6. Mengetahui bahwa proses berada dalam batas pengendali statistik, akan memberikan petunjuk untuk mengadakan pengurangan variabilitas proses jangka panjang, untuk mengurangi variabilitas proses tersebut, sistem pemrosesan harus dianalisis dan diubah oleh manajer sehingga karyawan dapat menjalankan proses.
  7. Analisis untuk pengendalian statistik mencakup penggambaran data produksi akan memudahkan dalam mengidentifikasi kecenderungan yang terjadi dari waktu kewaktu.
  8. Proses yang berada dalam batas pengendali statistik juga dapat memenuhi spesifikasi produk, sehingga dalam kondisi terawat dengan baik dan dapat menghasilkan produk yang baik. Kondisi ini dibutuhkan sebelum proses diubah dari tahap perencanaan ketahap produksi secara penuh.

Pengendalian proses statistik memang memiliki berbagai manfaat bagi organisasi yang menerapkannya. Terdapat beberapa manfaat tersebut, antara lain (Antony, 2000):

  1. Tersedianya informasi bagi karyawan apabila akan memperbaiki proses.
  2. Membantu karyawan memisahkan sebab umum dan sebab khusus terjadinya kesalahan.
  3. Tersedianya bahasa yang umum dalam proses untuk berbagai pihak.
  4. Menghilangkan penyimpangan karena sebab khusus untuk mencapai konsistensi dan kinerja yang lebih baik.
  5. Pengertian yang lebih baik mengenai proses.
  6. Pengurangan waktu yang berarti dalam penyelesaian masalah kualitas.
  7. Pengurangan biaya pembuangan produk cacat, pengerjaan ulang terhadap produk cacat, inspeksi ulang, dan sebagainya.
  8. Komunikasi yang lebih baik dengan pelanggan tentang kemampuan produk dalam memenuhi spesifikasi pelanggan.
  9. Membuat organisasi lebih berorientasi pada data statistik dari pada hanya beberapa asumsi saja.

10.Perbaikan proses, sehingga kualitas produk menjadi lebih baik, biaya lebih rendah, dan produktivitas meningkat.

Terdapat beberapa manfaat lain pengendalian proses statistik. Manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut (Grig, 1998):

  1. Pengurangan pemborosan.
  2. Perbaikan pengendalian dalam proses.
  3. Peningkatan efisiensi.
  4. Peningkatan kesadaran karyawan.
  5. Peningkatan jaminan kualitas pelanggan.
  6. Perbaikan analisis dan monitoring proses.
  7. Meningkatkan pemahaman terhadap proses.
  8. Meningkatkan keterlibatan karyawan.
  9. Pengurangan keluhan pelanggan.
  10. Peningkatan pemberdayaan personil lini.
  11. Perbaikan komunikasi.
  12. Pengurangan waktu penyampaian jasa atau pelayanan.

Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam pengenalan dan penerapan pengendalian proses statistik. Kesulitan tersebut antara lain disebabkan (Antony, 2000):

  1. Tidak adanya dukungan dan komitmen manajemen yang membantu pengenalan program pengendalian proses statistik.
  2. Tidak adanya pendidikan dan pelatihan yang dimaksudkan untuk memberikan pengertian yang jelas mengenai alat dan teknik pengendalian proses statistik yang dapat memberikan kompetensi bagi organisasi seperti histogram, diagram pareto, diagram sebab-akibat, dan sebagainya.
  3. Ketidak cukupan sistem pengukuran. Hal ini disebabkan sektor industri seringkali mengabaikan sistem pengukuran selama pengenalan program pengendalian proses statistik. Pengendalian proses statistik tergantung pada sistem pengukuran efektif, apabila sistem pengukuran tidak memenuhi, maka pengendalian proses statistik harus ditangguhkan penggunaannya.
  4. Kurangnya  pengetahuan mengenai apa yang dimonitor dan diukur. Pengukuran adalah elemen kunci dalam continuous improvement. Pengertian yang baik terhadap proses sangat penting untuk mengidentifikasi karakteristik yang sesuai dan penting bagi pelanggan.
  5. Kurangnya komunikasi antara para perencana, manajer, dan operator yang sangat penting bagi keberhasilan dalam penerapan pengendalian proses statistik.

Keberhasilan dalam program pengendalian proses statistik sangat dipengaruhi oleh tiga faktor. Tiga faktor tersebut yaitu sistem pengukuran, sistem pelatihan yang tepat, dan komitmen manajemen (Bird dan Dale, 1994).

Terdapat tiga aspek penting dalam pengendalian proses atau pengendalian proses statistik untuk mengadakan perbaikan proses. Tiga aspek penting tersebut yaitu (Xie dan Goh, 1999).

  1. Aspek manajemen seperti dukungan, pelatihan, kerja tim, dan sebagainya.
  2. Aspek sumber daya manusia seperti penolakan terhadap perbaikan, konflik antara operator dan komputer.
  3. Aspek operasional seperti alat-alat pengendalian proses statistik, prioritasi proses, prosedur tindakan korektif, dan sebagainya.

Alasan utama mengadakan pengendalian kualitas proses statistik adalah untuk dapat mencapai kepuasan pelanggan. Terdapat juga beberapa alasan mengapa organisasi atau perusahaan tidak menggunakan pengendalian kualitas proses, yaitu (Rungasamy, 2002):

  1. Tidak membutuhkan pengendalian proses atau kualitas proses statistik pun organisasi telah mencapai kesuksesan.
  2. Kurang menyadari manfaat pengendalian proses atau kualitas proses statistik.
  3. Kurangnya sumber daya dan anggaran.
  4. Budaya organisasi yang tidak siap menggunakan pengendalian proses atau kualitas proses statistik.
  5. Hambatan waktu.
  6. Keputusan manajemen.
  7. Bukan merupakan prioritas bisnis organisasi atau perusahaan tersebut.
  8. Tidak menyadari bahwa pengendalian proses atau kualitas proses statistik untuk jangka pendek.

 

2.1.3    Alat Statistical Process Control (SPC)

            Statistical process control berkaitan dengan upaya menjamin kualitas dengan memperbaiki kualitas proses dan upaya menyelesaikan segala permasalahan selama proses. Statistical process control bisa diterapkan, baik untuk industri manufacturing maupun jasa. Statistical process control banyak menggunakan alat-alat statistik untuk membantu mencapai tujuannya. Statistical process control mempunyai alat, yaitu (Iriawan, 2006):

  1. Peta kendali
  2. Histogram
  3. Diagram pareto
  4. Lembar periksa
  5. Diagram konsentrasi cacat
  6. Diagram pencar
  7. Diagram sebab dan akibat

 

2.2       Flowchart

Bagan alir (flowchart) adalah bagan (chart) yang menunjukkan alir (flow) di dalam program atau prosedur sistem secara logika. Digunakan terutama untuk alat bantu komunikasi dan untuk dokumentasi. Pedoman untuk menggambarkannya (wsilfi.staff.gunadarma.ac.id):

  1. Sebaiknya digambar dari atas ke bawah dan mulai dari bagian kiri suatu

halaman

  1. Kegiatannya harus ditunjukkan dengan jelas
  2. Ditunjukkan dengan jelas dimulai dan berakhirnya suatu kegiatan
  3. Masing-masing kegiatan sebaiknya digunakan suatu kata yg mewakili suatu pekerjaan
  4. Kegiatannya sudah dalam urutan yang benar
  5. Kegiatan yg terpotong dan akan disambung ditunjukkan dengan jelas oleh simbol penghubung
  6. Digunakan simbol-simbol yang standar

 

2.2.1    Jenis-Jenis Flowchart

            Flowchart memiliki berbagai macam jenis yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Ada lima macam bagan alir yaitu :

  1. Bagan alir sistem (systems flowchart) merupakan :

Bagan yg menunjukkan arus pekerjaan secara keseluruhan dari sistem yang menjelaskan urut-urutan dari prosedur-prosedur yang ada didalam sistem. Menunjukkan apa yang dikerjakan di sistem dengan simbol-simbol sebagai berikut (wsilfi.staff.gunadarma.ac.id):

 

Tabel 2.1 Simbol Bagan Alir Sistem

Simbol Keterangan Simbol Keterangan
Simbol Dokumen menunjukkan input dan output baik untuk proses manual, mekanik atau komputer. Simbol manual;

menunjukkan

pekerjaan manual

Simbol Proses;

menunjukkan

kegiatan proses

dari operasi program komputer

Simbol operasi

luar; menunjukkan

operasi yg

dilakukan diluar

operasi komputer

 

 

 

Tabel 2.2 Simbol Bagan Alir Sistem (Lanjutan)

Simbol Keterangan Simbol Keterangan
C

nnn

Simbol simpanan

offline; file non

komputer yg diarsip urut tanggal (chronological)

Simbol kartu punch; menunjukkan input / output

yang menggunakan

kartu punch

N

nnn

Simbol simpanan

offline ; file non komputer yang diarsip urut angka(numerical)

A

nnn

Simbol simpanan

offline; file non komputer yang diarsip urut huruf

(alphabetical)

 

  1. Bagan Alir Dokumen

Bagan alir dokumen (document flowchart) atau disebut juga bagan alir formulir (form flowchart) atau paperwork flowchart merupakan bagan alir yang menunjukkan arus dari laporan dan formulir termasuk tembusan-tembusannya dan menggunakan simbol-simbol yang sama dengan bagan alir sistem (wsilfi.staff.gunadarma.ac.id).

  1. Bagan Alir Skematik (Schematic Flowchart)

Merupakan bagan alir yg mirip dengan bagan alir sistem, yaitu menggambarkan prosedur di dalam sistem. Perbedaannya adalah bagan alir skematik selain menggunakan simbol-simbol bagan alir sistem juga menggunakan gambar-gambar komputer dan peralatan lainnya yang digunakan. Fungsi penggunaan gambar tersebut adalah untuk memudahkan komunikasi kepada orang yang kurang mengerti dengan simbol-simbol bagan alir (wsilfi.staff.gunadarma.ac.id).

  1. Bagan Alir Program (Program Flowchart)

Merupakan bagan yg menjelaskan secara rinci langkah-langkah dari proses program. Derivikasi dibuat bagan alir sistem yang terdiri dari dua bentuk (wsilfi.staff.gunadarma.ac.id):

  1. Bagan alir logika: digunakan untuk menggambarkan setiap langkah didalam program komputer secara logika disiapkan oleh analis sistem
  2. Bagan alir komputer terinci : digunakan simbol-simbol sebagai berikut dalam bagan alir.

Tabel 2.3 Simbol Bagan Alir Program

Simbol Keterangan Simbol Keterangan
Digunakan utk

mewakili data input / output

Proses;

digunakan utk

mewakili suatu

proses

Garis alir;

Menunjukkan

arus dari proses

Keputusan;

digunakan utk

suatu seleksi

kondisi didlm

program

Penghubung;

Menunjukkan

penghubung ke

halaman yg sama

Proses

terdefinisi;

menunjukkan

suatu operasi yg

rinciannya

ditunjukkan

ditempat lain

Persiapan;

digunakan utk

memberi nilai

awal suatu

besaran

Terminal;

menunjukkan

awal dan akhir dari suatu proses

 

  1. Bagan Alir Proses

Merupakan bagan alir yang banyak digunakan di teknik industri yang berguna bagi analis sistem untuk menggambarkan proses dalam suatu prosedur. Bagan alir proses juga menunjukkan jarak kegiatan yang satu dengan yang lainnya serta waktu yang diperlukan oleh suatu kegiatan. Simbol-simbolnya yaitu (wsilfi.staff.gunadarma.ac.id):

 

 

 

Tabel 2.4 Simbol Bagan Alir Proses

Simbol Keterangan
Menunjukkan suatau operasi
Menunjukkan suatu pemindahan
Menunjukkan suatu simpanan
Menunjukkan suatu inspeksi
Menunjukkan suatu penundaan atau delay

2.3       Lembar Periksa

Lembar periksa atau lembar isian merupakan alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan data. Bentuk dan isinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun kondisi kerja yang ada, di dalam pengumpulan data maka data yang diambil harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan analisis dalam arti bahwa data harus jelas, tepat, dan mencerminkan fakta, serta dikumpulkan dengan cara yang benar, hati-hati, dan teliti. Mempermudah proses pengumpulan data ini maka perlu dibuat lembar isian (check sheet), dimana perlu pula diperhatikan hal-hal seperti berikut (Wignjosoebroto, 2006):

  1. Maksud pembuatan harus jelas
  2. Informasi apa yang ingin diketahui.
  3. Apakah data yang nantinya diperoleh cukup lengkap sebagai dasar untuk mengambil tindakan.
  4. Stratifikasi data sebaik mungkin
  5. Mudah dipahami dan diisi.
  6. Memberikan data yang lengkap tentang apa yang ingin diketahui.
  7. Dapat diisi dengan cepat, mudah dan secara otomatis bisa segera dianalisa, jika perlu disini dicantumkan gambar dari produk yang akan diperiksa.

 

2.3.1    Jenis-Jenis Lembar Periksa

Terdapat beberapa jenis lembar isian yang dikenal dan umum dipergunakan untuk keperluan pengumpulan data, yaitu antara lain (Wignjosoebroto, 2006):

  1. Production Process Distribution Check Sheet

Lembar isian jenis ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang berasaldari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan untuk dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi, sama halnya dengan histogram, maka bentuk distribusi data yang berdasarkan frekuensi kejadiannya yang diamati akan menunjukkan karakteristik proses yang terjadi.

  1. Defective Check Sheet

Lembar isian ini untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu proses kerja, maka terlebih dahulu operator harus mampu mengidentifikasikan macam-macam kesalahan-kesalahan dalam hal ini bisa diklasifikasikan sebagai hasil kerja yang tidak berkualitas yang ada dan prosentasenya. Setiap kesalahan biasanya akan diperoleh dari faktor-faktor penyebab yang berbeda sehingga tindakan korektif yang tepat harus diambil sesuai dengan macam kesalahan dan penyebabnya tersebut.

  1. Defect Location Check Sheet

Lembar isian ini adalah sejenis lembar pengecekan dimana gambar sketsa dari benda kerjaakan disertakan sehingga lokasi cacat yang terjadi bisa segera diidentifikasikan. Check sheet seperti ini akan dapat mempercepat proses analisis dan pengumpulan tindakan-tindakan korektif yang diperlukan.

  1. Defevtive Cause Check Sheet

     Check sheet ini dipergunakan untuk menganalisa sebab-sebab terjadinya kesalahan dari suatu output kerja. Data yang berkaitan dengan faktor penyebab maupun faktor akibat (jenis atau macam kesalahan) akan diatur sedemikian rupa sehingga hubungan sebab akibat akan menjadi jelas, dengan demikian analisa akan cepat bisa dibuat dan tindakan korektif segera bisa dilakukan.

  1. Check Up Conformation Check Sheet

Penggunaan check sheet ini sedikit berbeda dengan sheet yang lain pada umumnya lebih menitikberatkan pada karakteristik kualitas atau cacat-cacat yang terjadi. Sheet disini akan berupa suatu check list yang akan dipergunakan untuk melaksanakan semacam general check up pada akhir proses kerja yang pada intinya untuk lebih meyakinkan apakah output kerja sudah selesai dikerjakan dengan baik dan lengkap atau belum.

  1. Work Sampling Check Sheet

     Work sampling adalah suatu metode untuk menganalisa waktu kerja, dengan berasumsi bahwa idle time dengan alasan apapun merupakan non-quality working time, maka dengan metode work sampling ini kita dapat menentukan proporsi penggunaan waktu kerja sehari-harinya.

 

2.4       Diagram Pareto

            Diagram ini diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli ekonomi dari Italia bernama Vilfredo Pareto (1848-1923). Diagram pareto dibuat untuk menemukan masalah  atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan, dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan (yang seharusnya pertama kali diatasi) maka kita akan bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan atau tindakan koreksi pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa akibat atau pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti. Prinsip Pareto adalah “sedikit tapi penting, banyak tetapi remeh”. Kegunaan dari diagram pareto adalah (Wignjosoebroto,2006):

  1. Menunjukkan persoalan utama yang dominan dan perlu segera diatasi.
  2. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan persoalan kumulatif secara keseluruhan.
  3. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan koreksi dilakukan pada daerah yang terbatas.
  4. Menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan sesudah perbaikan.

2.4.1    Langkah-Langkah Membuat Diagram Pareto     

Pembuatan diagram pareto terdiri dari beberapa langkah. Langkah-langkah pembuatan diagram pareto dapat dijelaskan dengan lengkap sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2006):

  1. Kelompokkan masalah yang ada dan nyatakan hal tersebut dalam angka yang bisa terukur secara kuantitatif.
  2. Atur masing-masing penyebab atau masalah yang ada sesuai dengan pengelompokkan yang dibuat. Pengaturan dilaksanakan berurutan sesuai dengan besarnya nilai kuantitatif masing-masing, selanjutnya gambarkan keadaan ini dalam bentuk grafik kolom. Penyebab nilai kuantitatif terkecil digambarkan paling kanan.
  3. Buatlah grafik garis secara komulatif (berdasarkan prosentase penyimpangan) diatas grafik kolom ini. Grafik garis ini dimulai dari penyebab penyimpangan terbesar terus terkecil.

Berdasarkan langkah-langkah pembuatan diagram pareto tersebut di atas jelas bahwa secara sederhana dan mudah akan dapat digambarkan penyimpangan-penyimpangan mana yang cukup penting dan mendesak untuk segera diatasi. Diagram pareto merupakan langkah awal (berdasarkan skala prioritas) untuk melakukan perbaikan atau tindakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi, untuk melaksanakan perbaikan atau korelasi ini maka 3 hal berikut cukup penting untuk dipertimbangkan (Wignjosoebroto, 2006):

  1. Setiap orang yang terlibat dalam permasalahan ini harus sepakat untuk bekerja sama mengatasinya.
  2. Tindakan perbaikan harus benar-benar akan memberikan dampak positif yang kuat yang akhirnya juga akan menguntungkan semua pihak.
  3. Tujuan nyata (dalam hal ini efisiensi dan produktivitas kerja diharapkan akan meningkat) harus bisa diformulasikan secara konkrit dan jelas.

2.4.2    Pengaplikasian Diagram Pareto

Diagram pareto dapat diaplikasikan untuk proses perbaikan dalam berbagai macam aspek permasalahan. Diagram pareto ini seperti halnya diagram sebab akibat tidak saja efektif digunakan untuk usaha pengendalian kualitas suatu produk, akan tetapi juga bisa diaplikasikan untuk (Wignjosoebroto, 2006):

  1. Mengatasi permasalahan pencapaian efisiensi atau produktivitas kerja yang lebih tinggi lagi.
  2. Permasalahan keselamatan kerja (safety).
  3. Penghematan atau pengendalian material, energi, dan lain-lain.
  4. Perbaikan sistem dan prosedur kerja.

Permasalahan apapun, apabila target yang dituju adalah usaha perbaikan, maka diagram pareto akan banyak membantu. Diagram pareto akan menunjukkan apakah usaha perbaikan yang telah dilaksanakan bisa berhasil atau tidak, setelah proses perbaikan dilakukan maka sekali lagi perlu dibuat diagram pareto untuk kondisi yang baru dan kemudian bandingkan dengan diagram sebelumnya serta lihat perbedaannya, jika perbaikan telah dilaksanakan tentunya distribusi frekuensi dari penyimpangan-penyimpangan juga akan berubah dan tentu saja skala prioritas tindakan perbaikan akan berubah pula (Wignjosoebroto, 2006).

 

2.5       Diagram Sebab Akibat

            Diagram sebab akibat yang dikenal pula dengan diagram fishbone diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Kouru Ishikawa (Tokyo University) pada tahun 1943 untuk menjelaskan pada sekelompok insinyur di Kawasaki Steel Works tentang bagaimana berbagai faktor-faktor pekerjaan dapat diatur dan dihubungkan. Diagram ini disebut pula dengan diagram Ishikawa untuk menghormati nama dari penemunya (Wignjosoebroto, 2006).

Diagram ini berguna untuk menganalisis dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, disamping juga untuk mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah, dalam hal ini metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara detail. Terdapat 4 (empat) prinsip sumbang saran yang bisa diperhatikan yaitu (Wignjosoebroto, 2006):

  1. Jangan melarang seseorang untuk berbicara.
  2. Jangan mengkritik pendapat orang lain.
  3. Semakin banyak pendapat, maka hasil akhir akan semakin baik.
  4. Ambillah manfaat dari ide tau pendapat orang lain.

2.5.1    Faktor Penyebab Utama Yang Signifikan

Pencarian faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja. Orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 (lima) faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu (Wignjosoebroto, 2006).

  1. Manusia (man).
  2. Metode kerja (work method).
  3. Mesin atau peralatan kerja lainnya (machine or equipment).
  4. Bahan-bahan baku (raw).
  5. Lingkungan kerja (work environment).

2.5.2    Langkah-Langkah Membuat Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat ini sangat bermanfaat untuk mencari faktor-faktor penyebab sedetail-detailnya (uncountable) dan mencari hubungannya dengan penyimpangan kualitas kerja yang ditimbulkannya. Langkah-langkah dasar yang harus dilakukan di dalam membuat diagram sebab akibat dapat diuraikan sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2006):

  1. Tetapkan karakteristik kualitas yang akan dianalisis. Quality characteristics adalah kondisi yang ingin diperbaiki dan dikendalikan. Usahakan adanya tolak ukur yang jelas dari permasalahan tersebut sehingga perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilakukan. Gambarkan panah dengan kotak di ujung kanannya dan tuliskan masalah atau sesuatu yang akan diperbaiki atau diamati di dalam kotak tersebut.
  2. Tulis faktor-faktor penyebab utama (main causes) yang diperkirakan merupakan sumber terjadinya penyimpangan atau yang mempunyai akibat pada permasalahan yangada tersebut. Faktor-faktor penyebab ini biasanya akan berkisar pada faktor 4M dan 1E. Gambarkan anak panah (cabang-cabang) yang menunjukkan faktor-faktor penyebab ini mengarah pada panah utama.
  3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci yang secara nyata berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor-faktor penyebab utama tersebut. Tuliskan detail faktor tersebut di kiri kanan gambar panah cabang faktor-faktor utama dan buatlah anak panah (ranting) menuju ke arah panah cabang tersebut.
  4. Check, apakah semua item yang berkaitan dengan karakteristik kualitas output benar-benar kita cantumkan dalam diagram.
  5. Carilah faktor-faktor penyebab yang paling dominan dari diagram yang sudah lengkap, dibuat pada langkah 3 dicari faktor-faktor penyebab yang dominan secara berurutan dengan menggunakan diagram pareto, jika kesulitan di dalam menetapkan urutan ini, maka pilihlah faktor-faktor penyebab dominan tadi dengan jalan voting atau pemilihan suara terbanyak, selanjutnya tuliskan urut-urutan tersebut dalam diagram yang ada.

 

2.6       Diagram Pencar

Diagram pencar atau scatter diagram adalah grafik yang menjelaskan hubungan antara dua variabel yang saling berkaitan pada sistem koordinat Cartesian. Diagram pencar ini menjelaskan hubungan dari kedua variabel dengan titik-titik yang membuat garis diagonal. Diagram pencar adalah suatu alat yang digunakan untuk menginterpretasikan data yang digunakan untuk (Wallpole, 1995):

  1. Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel, misalnya kecepatan dari mesin dan dimensi dari bagian mesin, banyaknya kunjungan tenaga penjual (salesman) dan hasil penjualan, temperatur dan hasil proses kimia dan lain-lain.
  2. Menentukan jenis hubungan dari dua variabel, apakah positif, negatif atau tidak ada hubungan.

Pernyataan yang dapat ditunjukan dari kedua variabel yang terdapat pada diagram tebar. Pernyataan dari kedua variabel tersebut dapat berupa:

  1. Karakteristik kualitas dan faktor yang mem
  2. Dua karakteristik kualitas yang saling berhubungan.
  3. Dua faktor yang saling berhubungan yang karakteristik kualitas.

2.6.1      Pola Diagram Pencar

Diagram pencar terbagi menjadi 3 pola jika ditinjau dari fungsi dan hubungan yang terjadi, sesuai dengan bentuk hubungan di antara dua variabel x dan y. Ketiga pola diagram tebar tersebut sebagai berikut (Wallpole, 1995).

  1. Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan positif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang besar dari variabel y, serta nilai-nilai yang kecil dari variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang kecil dari variabel Pola diagram tebar dari dua variabel x dan y yang berhubungan (berkorelasi) positif.

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.1 Diagram Tebar Berkorelasi Positif

 

  1. Diagram tebar dari  dua  variabel  x dan  y yang  memiliki  hubungan  (korelasi) negatif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari variabel x berhubungan dengan  nilai-nilai  yang  kecil  dari  variabel  y  serta  nilai-nilai  yang  kecil  dari variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang besar dari variabel y.

 

 

 

 

 

Gambar 2.2 Diagram Tebar Berkorelasi Negatif

 

  1. Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang tidak memiliki hubungan (tidak berkorelasi), dimana  tidak  ada  kecenderungan  bagi  nilai-nilai  tertentu  dari variabel x untuk terjadi bersama-sama dengan nilai-nilai tertentu dari variabel y.

 

 

 

 

Gambar 2.9 Diagram Tebar Tidak Berkorelasi

Gambar 2.3 Diagram Tebar Tidak Berkorelasi

 

2.7       Histogram

Distribusi frekuensi sering pula disebut sebagai tabel frekuensi. Bentuk penyajian ini, data yang semula masih mentah (termasuk data yang telah diurutkan), disusun dalam kelompok-kelompok data atau kelas-kelas data tertentu. Pengelompokan data tersebut dilakukan dengan cara mendistribusikan data dalam kelas atau selang dan menetapkan banyaknya nilai yang termasuk  dalam setiap kelas yang disebut frekuensi kelas, dengan distibusi frekuensi baik data kualitatif maupun kuantitatif dapat disajikan dalam bentuk yang ringkas dan jelas (Walpole, 1995).

Distribusi frekuensi terbagi menjadi dua macam yaitu distribusi frekuensi relatif dan distribusi frekuensi kumulatif. Distirbusi frekuensi relatif adalah ringkasan dalambentuk tabel dari sekelompok data yang menunjukan frekuensi relatif bagi suatu kelas. Frekuensi relatif dari suatu kelas adalah proporsi item dalam setiap kelas terhadap jumlah keseluruhan  item dalam data tersebut, jika sekelompok data memiliki n observasi maka frekuensi relatif dari setiap kategori atau kelas akan diberikan sebagai berikut (Suryadi, 1997).

 

2.7.1    Langkah-Langkah Membuat Histogram

Terdapat beberapa langkah dalam membuat distribusi frekuensi atau sebaran frekuensi. Langkah-langkah membuat sebaran frekuensi bagi segugus data yang besar dapat diringkas sebagai berikut (Walpole, 1995):

  1. Tentukan banyaknya selang kelas yang diperlukan.
  2. Tentukan wilayah data tersebut
  3. Bagilah wilayah tersebut dengan banyaknya kelas untuk menduga lembar selangnya.
  4. Tentukan limit bawah kelas bagi selang yang pertama dan kemudian batas bawah kelasnya. Tambahkan lembar kelas pada batas bawah kelas untuk mendapatkan batas atas kelasnya.
  5. Daftarkan semua limit kelas dan batas kelas dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit dan batas kelas sebelumnya.
  6. Tentukan titik tengah kelas bagi masing-masing selang dengan merata- ratakan limit kelas atau batas kelasnya.
  7. Tentukan frekuensi bagi masing-masing kelas.
  8. Jumlahkan kolom frekuensi dan periksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan.

Langkah selanjutnya setelah membuat distribusi frekuensi maka kita dapat membuat diagram histogram. Suatu histogram terdiri atas satu kumpulan batang persegi panjang yang masing- masing mempunyai alas pada sumbu mendatar (sumbu X) yang lebarnya sama dengan lebar kelas interval dan luas yang sebanding dengan ferkuensi kelas, jika semua kelas interval sama lebarnya, maka tinggi batang sebanding dengan frekuensi kelas dan biasanya tinggi batang secara numerik sama dengan frekuensi kelas interval, akan tetapi, jika kelas interval lebarnya tidak sama, maka tinggi batang ini harus disesuaikan (Walpole, 1995).

2.8       Peta Kontrol

Peta kontrol atau grafik pengendali sangat penting dalam pengendalian kualitas secara statistik di dalam industri. Peta kontrol merupakan alat untuk mengawasi kualitas sehingga penentuan keputusan saat terjadi produk yang menyimpang dapat dilakukan dengan mudah. Peta kontrol ditentukan juga untuk membuat batas-batas dimana hasil produksi menyimpang dari mutu yang diinginkan. Penyimpangan kualitas, banyaknya variasi suatu produk juga perlu diawasi, semakin besar variasi tentunya produk kurang baik. Macam-macam dari variasi tersebut adalah sebagai berikut (Ariani, 2004):

  1. Variasi di dalam objek sendiri. Contoh, sebuah meja yang tingkat kehalusannya tidak sama persis antara sisi atas dengan sisi samping, lebar meja sebelah kiri tidak sama dengan sebelah kanan, dan sebagainya.
  2. Variasi antar objek, yaitu antara satu objek dengan objek lainnya yang diproduksi pada saat yang sama terjadi variasi.
  3. Variasi timbul dari perbedaan waktu produksi.

Faktor penyebab adanya variasi tersebut ada beberapa faktor. Berikut faktor-faktor penyebab variasi tersebut:

  1. Bahan baku.
  2. Karyawan atau operator.
  3. Lingkungan kerja.

2.8.1      Peta Kontrol Variabel

Peta kendali variabel digunakan untuk memonitor karakteristik kualitas lama proses transformasi berlangsung dan mendeteksi apakan proses itu sendiri mengalami perubahan sehingga mempengaruhi kualitas. Pemeriksaan sampel ditemukan berada di luar batas kontrol atau dan batas kontrol bawah, maka proses transformasi harus diperiksa untuk dicari penyebabnya. Alasan digunakan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah adalah diasumsikan tidak ada produk yang dapat diproduksi persis sama, oleh karena itu variasi dalam suatu proses mungkin akan terjadi. Masalah yang harus diselesaikan dengan peta kendali adalah apakah variasi yang diamati berada pada kondisi normal atau tidak normal (Gasperz, 2003).

Peta kendali variabel terbagi atas dua bagian yaitu, peta kendali rata-rata dan peta kendali rentangan atau range. Peta kendali rata-rata adalah peta yang digunakan untuk mengukur gejala memusat dari suatu proses, sedangkan peta kendali rentangan digunakan untuk mengukur penyebarannya atau menunjukkan setiap pengubahan dispersi proses. Rata-rata variabel disebut juga X–Chart atau average chart dan penyebaran atau rentangan variabel disebut juga R–Chart atau range chart. Keduanya biasanya dianalisa secara bersamaan untuk memeriksa ketidaknormalan dalam proses (Gasperz, 2003).

Peta pengendalian (control chart) adalah metode statistik yang membedakan adanya variasi atau penyimpangan karena sebab umum dank arena sebab khusus. Penyimpangan yang disebabkan oleh sebab khusus biasanya berada di luar batas pengendalian, sedang yang disebabkan oleh sebab umum biasanya berada dalam batas pengendalian. Peta pengendalian tersebut juga digunakan untuk mengadakan perbaikan kualitas proses, menentukan kemampuan proses, membantu menentukan spesifikasi-spesifikasi yang efektif, menentukan kapan proses dapat dijalankan sendiri, dan kapan dibuatnya penyesuaiannya, dan menemukan penyebab dari tidak diterimanya standar kualitas tersebut. Manfaat pengendalian kualitas proses untuk data variabel adalah member informasi mengenai (Gasperz, 2003):

  1. Perbaikan kualitas.
  2. Menentukan kemampuan proses setelah perbaikan kualitas tercapai.
  3. Membuat keputusan yang berkaitan dengan spesifikasi produk.
  4. Membuat keputusan yang berkaitan dengan proses produksi.
  5. Membuat keputusan terbaru yang berkaitan dengan produk yang dihasilkan.

Peta kendali untuk data variabel adalah peta kendali yang digunakan untuk pengendalian karakteristik mutu yang dapat dinyatakan secara numerik. Umumnya peta kendali variable disebut juga X-R Chart. Peta kontrol X-bar (rata-rata) dan R (range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik yang berdimensi kontinu (Gasperz, 2003).

Peta kontrol X-bar menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat atau rata-rata dari suatu proses. Terdapat batas-batas kendali untuk menentukan perubahan yang terjadi. Terdapat beberapa batas kendali pada peta kontrol X-bar yaitu UCL, CL dan LCL, berikut penjelasan dari setiap batas kendali.

……………………….(2.1)

 

 

Upper Center Line atau UCL merupakan garis kontrol batas atas pada peta kontrol X-bar. Berikut rumus dari Upper Center Line atau UCL.

UCL    =  + (A2 x )

Keterangan :    UCL = Upper Center Line

= Rata-rata dari jumlah rata-rata data.

A2    = Nilai dari tabel peta X-bar

           = Nilai rata-rata dari range data

Center Line atau CL merupakan garis tengah dari peta kendali. Berikut rumus dari Center Line atau CL.

………………………(2.2)

CL       =

Keterangan :    CL = Center Line

= Rata-rata dari jumlah rata-rata data.

Lower Center Line atau LCL merupakan garis kontrol batas bawah pada peta kontrol X-bar. Berikut rumus dari lower Center Line atau LCL.

………………………(2.3)

LCL    =  – (A2 x )

Keterangan :    UCL = Upper Center Line

= Rata-rata dari jumlah rata-rata data.

A2    = Nilai dari tabel peta X-bar

           = Nilai rata-rata dari range data

Peta kontrol R (range) menjelaskan apakah perubahan-perubahan terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses.

Terdapat batas-batas kendali untuk menentukan perubahan yang terjadi. Terdapat beberapa batas kendali pada peta kontrol R yaitu UCL, CL dan LCL berikut penjelasan dari setiap batas kendali.

Upper Center Line atau UCL merupakan garis kontrol batas atas pada peta kontrol R. Berikut rumus dari Upper Center Line atau UCL.

……………………….(2.4)

UCL    = D4 x

Keterangan :   UCL = Upper Center Line

D4    = Nilai dari tabel peta R

           = Nilai rata-rata dari range data

Center Line atau CL merupakan garis tengah dari peta kendali. Berikut rumus dari Center Line atau CL.

…………………………..(2.5)

CL      =

Keterangan :   CL = Center Line

= Rata-rata dari jumlah rata-rata data.

Lower Center Line atau LCL merupakan garis kontrol batas bawah pada peta control R. Berikut rumus dari lower Center Line atau LCL.

……………………….(2.6)

LCL    = D3 x

Keterangan :    UCL = Upper Center Line

D3    = Nilai dari tabel peta R

           = Nilai rata-rata dari range data

2.8.2      Peta Kontrol Atribut

Peta kontrol untuk atribut biasanya didasarkan pada klasifikasi apakah suatu produk itu cacat atau tidak cacat. Klasifikasi ini dapat bersumber dari data proporsi jumlah produk cacat terhadap ukuran sampel (peta p) atau dari jumlah cacat yang ada pada satu unit produk di dalam sampel (peta c) (Eriyatno, 2003).

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Antony, J. 2000. Ten Key Ingredients for Making SPC Succesful In Organisations Measuring Busines Exellence.

Ariani, Dorothea Wahyu. 2004.Pengendalian Kualitas Statistik. Pendekatan Kuantitatif Dalam Manajemen Kualitas.Yogyakarta: Penerbit Andi.

Bird, D dan Dale, B. 1994. The Misues and Abuse of SPC: A Case Study International Journal of Vehicle Design.

Caulcut, R. 1996. Responding To Process Changes.Quality and Reability Engineering International.

Cawley, J dan Harrold, D. 1999. SPC and SQC Provide The Big Processing Performance Control Engineering.

Eriyatno, 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor.

Gaspersz, V. 2003. Analisis Sistem Terapan : Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Penerbit Tarsito. Bandung.

Gryna, F. M. 2001. Quality Planning and Analysis From Product Development Through Use (4th edition). Singapore: Mc-Graw Hill Int. Edition.

Iriawan, Nur. 2006. Mengolah data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Andi Offset.

Malayeff, J. 1994. The Fundamental Concepts of Statistical Quality Control.Industrial Engineering.

Marchal, dkk. 2007. Teknik-Teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi,Edisi Ketigabelas.Jakarta: Salemba Empat.

Montgomery, Douglas C. 1996. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rungasamy, S; Antony,J; dan Ghosh, S. 2002. Critical Success Factors for SPC Implementation In UK Small and Medium Enterprises: Some Key Finding From A Survey. The TQM Magazine.

Suryadi, Husni Muttaqin MT.1997. Statistika Industri 1: Jakarta Universitas Gunadarma.

Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Utama.

Wignjosoebroto, Sritomo. 2006. Pengantar Teknik dan Manajemen Industri. Surabaya: Guna Widya.

Xie, M. dan Goh, T. N.1999. Statistical Technique For Quality. The TQM Magazine.

Wsilfi.staff.gunadarma.ac.id. Diakses 25 November 2014

Kewirausahaan

0

130504_entrepreneur

Kewirausahaan berasal dari bahasa Perancis, yaitu Entrepreneurship yang artinya between taker. Kewirausahaan adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira, berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu. Ini baru dari segi etimologi (asal usul kata). Sedangkan ada pendapat yang mengatakan bahwa kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Wirausahawan adalah orang yang melakukan usaha atau kegiatan sendiri dengan segala kemampuan yang dimilikinya atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis. Tiga jenis perilaku wirausaha yaitu:

1)         Wirausaha yang memiliki inisiatif

2)         Wirausaha yang mengorganisir mekanisme sosial dan ekonomi untuk menghasilkan sesuatu

3)         Menerima resiko atau kegagalan

Kunci penting seorang wirausahawan adalah berpikir kreatif, inovatif, berani mengambil resiko dan tidak mudah putus asa.

Karakteristik menurut Mc Clelland:

1)  Keinginan untuk berprestasi

2)  Keinginan untuk bertanggung jawab

3)  Preferensi kepada resiko-resiko menengah

4)  Persepsi kepada kemungkinan berhasil

5)  Rangsangan oleh umpan balik

6)  Aktivitas energik

7)  Orientasi ke masa depan

8)  Keterampilan dalam pengorganisasian

9)  Sikap terhadap uang

Sedangkan karakteristik wirausahawan yang sukses dengan n Ach tinggi terdiri dari beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut:

1)  Kemampuan inovatif

2)  Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity)

3)  Keinginan untuk berprestasi

4)  Kemampuan perencanaan realistis

5)  Kepemimpinan terorientasi kepada tujuan

6)  Obyektivitas

7)  Tanggung jawab pribadi

8)  Kemampuan beradaptasi

9)  Kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrator

Tiga kebutuhan dasar yang mempengaruhi pencapaian tujuan ekonomi menurut Mc Clelland, yaitu:

  1.  Kebutuhan untuk berprestasi (nAch)

n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi, karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Contohnya, Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk reward terhadap usaha yang dilakukannya tersebut.

  1.  Kebutuhan untuk berafiliasi (n Afi)

Kebutuhan untuk Berafiliasi atau Bersahabat (n-AFI). Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Contohnya Seorang yang memiliki keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain.

  1.  Kebutuhan untuk berkuasa (n Pow)

Kebutuhan akan Kekuasaan (n-POW) Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain.Contohnya, seorang atasan ingin dapat mengendalikan dan mempengaruhi bawahannya, dimana para karyawannya berperilaku sesuai yang diinginkan oleh atasan tersebut.

Sumber-sumber gagasan dalam identifikasi peluang usaha baru, yaitu:

  1.  Kebutuhan akan sumber penemuan.
  2.  Hobi atau kesenangan pribadi.
  3.  Mengamati kecenderungan-kecenderungan.
  4.  Mengamati kekurangan-kekurangan produk dan jasa yang ada.
  5.   Kegunaan lain dari barang-barang biasa.
  6.   Pemanfaat produk dari perusahaan lain.

Analisa pulang pokok umumnya terdiri dari refleksi, pembahasan, pertimbangan dan pembuatan keputusan relatif terhadap 7 unsur pokok. Masing-masing unsur dan definisinya adalah sebagai berikut:

Biaya tetap

Biaya tetap adalah pengeluaran yang diadakan oleh generasi tanpa melihat jumlah produk yang dihasilkan. Contoh dari biaya tetap adalah pajak tanah, pemeliharaan bangunan, pengeluaran untuk bunga pada uang yang dipinjam untuk membiayai pembelian peralatan.

Biaya variabel

Biaya vaiabel adalah pengeluaran yang berfluktuasi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Contoh dari biaya variabel adalah biaya pembunkusan produk, biaya bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat produk, biaya yang berkaitan dengan pembungkusan produk untuk dikapalkan.

Biaya total

Biaya total adalah total biaya total dan biaya variabel yang berkaitan dengan produksi.
Pendapatan total

Pendapatan total adalah semua nilai rupiah penjualan yang terakumulasi dari penjualan produk. Sesungguhnya pendapatan total meningkat ketika lebih banyak produk yang terjual.

Keuntungan

Keuntungan didefinisikan sebagai jumlah pendapatan total yang melebihi biaya total dari produksi barang yang dijual.

Kerugian

Kerugian adalah jumlah biaya total produksi barang yang melebihi pendapatan total yang diperoleh dari penjualan barang tersebut.

Titik pulang pokok

Titik pulang pokok didefinisikan sebagai situasi di mana pendapatan total organisasi sama dengan biaya totalnya; organisasi hanya memperoleh pendapatan yang hanya cukup untuk menutupi biaya-biayanya. Perusahaan tidak mendapatkan keuntungan maupun tidak mengalami kerugian.

Pembagian usaha memiliki macam-macam jenis dalam bentuk-bentuk kepemilikan pembagian usaha terbagi menjadi beberapa diantaranya yaitu: Perusahaan perseorangan adalah bisnis yang kepemilikannya dipegang oleh satu orang. Pemilik perusahaan perseorangan memiliki tanggung jawab tak terbatas atas harta perusahaan. Artinya, apabila bisnis mengalami kerugian, pemilik lah yang harus menanggung seluruh kerugian itu.

Persekutuan adalah bentuk bisnis dimana dua orang atau lebih bekerja sama mengoperasikan perusahaan untuk mendapatkan profit. Sama seperti perusahaan perseorangan, setiap sekutu (anggota persekutuan) memiliki tanggung jawab tak terbatas atas harta perusahaan. Persekutuan dapat dikelompokkan menjadi persekutuan komanditer dan firma.

Perseroan adalah bisnis yang kepemilikannya dipegang oleh beberapa orang dan diawasi oleh dewan direktur. Setiap pemilik memiliki tanggung jawab yang terbatas atas harta perusahaan.

Koperasi adalah bisnis yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya. Karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain adalah anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.

Pada suatu Organisasi terdapat beberapa Sumber Daya Manusia di dalam nya, dan untuk memiliki Sumber Daya Manusia yang kuat dalam Organisasi, kita akan melakukan langkah-langkah dalam penyediaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi yang kita miliki. Demi terwujudnya cita-cita organisasi, kita harus melakukan seleksi terhadap Sumber Daya Manusia yang Organisasi kita butuhkan. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam penyediaan Sumber Daya Manusia dan tahap-tahap proses seleksinya:

Langkah-langkah dalam penyediaan sumberdaya manusia yaitu sebagai berikut  :
1. Perekrutan karyawan
Penarikan tenaga kerja adalah langkah pertama di dalam menyediakan sumber daya manusia bagi organisasi kewiraswastaan setiap kali terdapat posisi yang kosong.
2. Seleksi calon karyawan
Seleksi tenaga kerja adalah penyaringan awal dari calon sumber daya manusia yang tersedia untuk mengisi suatu posisi. Tujuannya adalah untuk memperkecil hingga jumlah yang relatif sedikit calon karyawan dari mana seseorang akhirnya akan disewa.
3. Pelatihan karyawan
Pelatihan karyawan adalah keterampilan yang diajarkan pihak perusahaan kepada karyawannya.
4. Penilaian hasil kerja
Penilaian tentang hasil kerja yang telah dilakukan oleh karyawannya, apakah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.
Seleksi adalah pemilihan individu untuk disewa dari semua individu-individu yang telah direkrut
Tahap-Tahap Proses Seleksi
• Penyaringan Pendahuluan dari rekaman, berkas data, dll
• Wawancara Pendahuluan
• Tes Kecerdasan (intelegence)
• Tes Bakat (Aptitude)
• Tes Kepribadian (Personality)
• Rujukan Prestasi (Performance References)
• Wawancara Dianostik
• Pemeriksaan Kesehatan
• Penilaian Pribadi

Sumber :

Ahman, Eeng. (2007). Membina Kompetensi Ekonomi. Penerbit : Grafindo Media Pratama, Bandung.

Soeryanto, Eddy. (2009). Entrepreneurship Menjadi Pebisnis Ulung. Penerbit : Elex Media Komputindo, Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaanhttp://adesyams.blogspot.com/2009/09/hakekat-kewirausahaan.html

http://materikuliah-septiana.blogspot.com/2011/03/2-perbedaan-wiraswasta-dan-wirausaha.html

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/01/kewirausahaan-peluang-bisnis/

https://gabrielamarcelina.wordpress.com/2012/10/30/tugas-softskill-kewirausahaan-1/

Tentang Bu Yuyun Yuniar

0

Post kali ini saya akan membahas tentang dosen saya yaitu Ibu Yuyun Yuniar, Ibu Yuyun pada semester 6 ini mengajar mata kuliah softskill yaitu pengetahuan lingkungan. Ibu Yuyun pada semester ini kali kedua mengajar kelas saya, sebelumnya ia mengajar mata kuliah berbeda yaitu Analisis Keputusan. Ibu Yuyun menurut cerita darinya saat mengajar merupakan lulusan Gunadarma dengan jurusan Teknik Industri. Selama mengajar kesan yang saya tangkap yaitu Ibu Yuyun merupakan pengajar yang baik tidak pernah marah saat mengajar kelas kami yang terkadang ribut tidak terkendali. Cara mengajar Ibu Yuyun kurang bervariasi mungkin karena ibu Yuyun termasuk dosen baru, semoga semakin bertambah lama ibu mengajar semakin banyak pengalaman yang akan membuat cara mengajar ibu lebih baik. Trimaksih bu atas pengajarannya selama 2 semester, semoga kita bertemu dilain kesempatan.

MENGENAL ISO 14001 SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN

0

Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pada prinsipnya dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu dampak bio-kimia-fisik dan dampak sosial. Contoh dari dampak bio-fisik-kimia misalnya pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan keanekaragaman hayati, atau pengurangan cadangan air tanah. Semua jenis dampak ini akan memberikan resiko yang mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh perusahaan. Misalnya pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan, akan memberikan resiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan tuntutan perdata, apakah tuntutan tersebut dari pemerintah, masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Ketika perusahaan berupaya untuk menerapkan ISO 14001, maka perusahaan tersebut telah memiliki komitmen untuk memperbaiki secara menerus kinerja lingkungannya. Namun, satu hal perlu dingat bahwa ISO 14001 merupakan standar yang memadukan dan menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan lingkungan hidup. Sehingga, upaya perbaikan kinerja yang dilakukan oleh perusahaan akan disesuaikan dengan sumberdaya perusahaan, apakah itu sumberdaya manusia, teknis, atau finansial.

Adakalanya, perbaikan kinerja lingkungan tidak dapat dicapai dalam waktu singkat karena keterbatasan finansial. Misalnya, sebuah perusahaan yang proses bisnisnya menimbulkan limbah cair yang mencemari lingkungan berupaya untuk menerapkan ISO 14001 di perusahaannya. Setelah kajian dilakukan, ternyata keterbatasan finansial membuat perusahaan tersebut sukar untuk mengelola limbahnya sehingga mencapai baku mutu limbah cair yang disyaratkan oleh pemerintah. Berdasarkan analisis finansial, ternyata perusahaan tersebut baru akan mampu membangun sistem pengolahan limbah yang memadai kira-kira beberapa tahun ke depan. Sehingga sebelum masa tersebut terlampaui, perusahaan tidak akan pernah memenuhi baku mutu lingkungan. Namun, bila perusahaan tersebut mengembangkan sistem manajemen lingkungan yang memenuhi persyaratan ISO, maka perusahaan tersbut bisa saja memperoleh sertifikat ISO 14001. Perusahaan lain, yang kinerja lingkungannya telah memenuhi baku mutu namun EMS-nya tidak memenuhi persyaratan tidak akan memperoleh sertifikat ISO 14001.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pada prinsipnya, penerapan ISO 14001 tidak berarti tercapainya kinerja lingkungan dalam waktu dekat. Sertifikat EMS dapat saja diberikan kepada perusahaan yang masih mengotori lingkungan. Namun, dalam EMS terdapat persyaratan bahwa perusahaan memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan secara menerus (continual improvement). Dengan perbaikan secara menerus inilah kinerja lingkungan akan sedikit demi sedikit diperbaiki. Dengan kata lain ISO 14001 bersifat conformance (kesesuaian), bukan performance (kinerja)

ISO 14001 merupakan standar lingkungan yang bersifat sukarela (voluntary). Standar ini dapat dipergunakan oleh oleh organisasi/perusahaan yang ingin:

  • menerapkan, mempertahankan, dan menyempurnakan sistem manajemen lingkungannya
  • membuktikan kepada pihak lain atas kesesuaian sistem manajemen lingkungannya dengan standar
  • memperoleh sertifikat

Beberapa manfaat penerapan ISO adalah:

  • menurunkan potensi dampak terhadap lingkungan
  • meningkatkan kinerja lingkungan
  • memperbaiki tingkat pemenuhan (compliance) peraturan
  • menurunkan resiko pertanggungjawaban lingkungan
  • sebagai alat promosi untuk menaikkan citra perusahaan

Selain manfaat di atas, perusahaan yang berupaya untuk menerapkan ISO 14001 juga perlu mempersiapkan biaya-biaya yang akan timbul, diantaranya:

  • waktu staf atau karyawan
  • penggunaan konsultan
  • pelatihan

Standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan telah diterbitkan pada bulan September 1996, yaitu ISO 14001 dan ISO 14004. Standar ini telah diadopsi oleh pemerintah RI ke dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi SNI-19-14001-1997 dan SNI-19-14001-1997.

ISO 14001 adalah Sistem manajemen lingkungan yang berisi tentang spesifikasi persyaratan dan panduan untuk penggunaannya. Sedangkan ISO 14004 adalah Sistem manajemen lingklungan yang berisi Panduan-panduan umum mengenai prinsip, sistem dan teknik-teknik pendukung.

Elemen ISO 14001

ISO 14001 dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM) yang berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan – Do – Check – Action), sehingga elemen-elemen utama EMS akan mengikuti prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi enam prinsip dasar EMS, yaitu:

  • Kebijakan (dan komitmen) lingkungan
  • Perencanaan
  • Penerapan dan Operasi
  • Pemeriksaan dan tindakan koreksi
  • Tinjauan manajemen
  • Penyempurnaan menerus
  1. Kebijakan Lingkungan

Kebijakan lingkungan harus terdokumentasi dan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan tersedia bagi masyarakat, dan mencakup komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan, pencegahan pencemaran, dan patuh pada peraturan serta menjadi kerangka kerja bagi penetapan tujuan dan sasaran.

  1. Perencanaan

Mencakup indentifkasi aspek lingkungan dari kegiatan organisasi, identifikasi dan akses terhadap persyaratan peraturan, adanya tujuan dan sasaran yang terdokumentasi dan konsisten dengan kebijakan, dan adanya program untuk mencapai tujuan dan sasaran yang direncanakan (termasuk siapa yang bertanggung jawab dan kerangka waktu)

  1. Implementasi dan Operasi

Mencakup definisi, dokumentasi, dan komunikasi peran dan tanggung jawab, pelatihan yang memadai, terjaminnya komunikasi internal dan eksternal, dokumentasi tertulis sistem manajemen lingkungan dan prosedur pengendalian dokumen yang baik, prosedur pengendalian operasi yang terdokumentasi, dan prosedur tindakan darurat yang terdokumentasi.

  1. Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan

Mencakup prosedur yang secara teratur memantau dan mengukur karakteristik kunci dari kegiatan dan operasi, prosedur untuk menangani situasi ketidaksesuaian, prosedur pemeliharaan catatan spesifik dan prosedur audit kenerja sistem manajemen lingkungan

  1. Tinjauan Ulang Manajemen

Mengkaji secara periodik sistem manajemen lingkungan keseluruhan untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, efektifitas sistem manajemen lingkungan terhadap perubahan yang terjadi.

Pada prinsipnya, keenam prinsip ISO 14001 – Environmental Management System diatas dapat dibagi menjadi 17 elemen, yaitu:

  • Environmental policy (kebijakan lingkungan): Pengembangan sebuah pernyataan komitmen lingkungan dari suatu organisasi. Kebijakan ini akan dipergunakan sebagai kerangka bagi penyusunan rencana lingkungan.
  • Environmental aspects (aspek lingkungan): Identifikasi aspek lingkungan dari produk, kegiatan, dan jasa suatu perusahaan, untuk kemudian menentukan dampak-dampak penting yang timbul terhadap lingkungan.
  • Legal and other requirements (persyaratan perundang-undangan dan persyaratan lain): Mengidentifikasi dan mengakses berbagai peraturan dan perundangan yang terkait dengan kegiatan perusahaan.
  • Objectives and targets (tujuan dan sasaran): Menetapkan tujuan dan sasaran lingkungan, yang terkait dengan kebijakan yang telah dibuat, dampak lingkungan, stakeholders, dan faktor lainnya.
  • Environmental management program (program manajemen lingkungan): rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran
  • Structure and responsibility (struktur dan tanggung jawab): Menetapkan peran dan tanggung jawab serta menyediakan sumber daya yang diperlukan
  • Training awareness and competence (pelatihan, kepedulian, dan kompetensi): Memberikan pelatihan kepada karyawan agar mampu mengemban tanggung jawab lingkungan.
  • Communication (komunikasi): Menetapkan proses komunikasi internal dan eksternal berkaitan dengan isu lingkungan
  • EMS Documentation (dokumentasi SML): Memelihara informasi EMS dan sistem dokumentasi lain
  • Document Control (pengendalian dokumen): Menjamin kefektifan pengelolaan dokumen prosedur dan dokumen lain.
  • Operational Control (pengendalian operasional): Mengidentifikasi, merencanakan dan mengelola operasi dan kegiatan perusahaan agar sejalan dengan kebijakan, tujuan, dan saasaran.
  • Emergency Preparedness and response (kesiagaan dan tanggap darurat): mengidentifikasi potensi emergency dan mengembangkan prosedur untuk mencegah dan menanggapinya.
  • Monitoring and measurement (pemantauan dan pengukuran): memantau aktivitas kunci dan melacak kinerjanya
  • Nonconformance and corrective and preventive action (ketidaksesuaian dan tindakan koreksi dan pencegahan): Mengidentifikasi dan melakukan tindakan koreksi terhadap permasalahan dan mencegah terulang kejadiannya.
  • Records (rekaman): Memelihara rekaman kinerja SML
  • EMS audits (audit SML): Melakukan verifikasi secara periodik bahwa SML berjalan dengan baik.
  • Management Review (pengkajian manajemen): Mengkaji SML secara periodik untuk melihat kemungkinan-kemungkinan peyempurnaan berkelanjutan.

Langkah-Langkah Untuk Memperoleh Sertifikasi ISO 14001:2004 (SNI 19-14001-2005)

0

Pendahuluan

Bila suatu organisasi telah memperoleh sertifikasi ISO 9001 atau sekurang-kurangnya dalam proses untuk memperolehnya, banyak waktu yang dapat dihemat. Sebagai contoh, hal-hal yang telah dipersiapkan untuk sertifikasi ISO 9001 dapat digunakan untuk ISO 14000 dengan hanya sedikit perubahan. Prosedur personel dan organisasi, perekaman/pencatatan dan pengawasan dokumen, audit dan tinjauan manajemen. Banyak bagian lain dari ISO 9000 dapat digunakan sebagai titik awal; namun demikian beberapa modifikasi akan perlu dilakukan, contohnya pada proses pengadaan, perlu disesuaikan dengan standar ISO 14000. Banyak organisasi telah memulai proses pengelolaan lingkungan karena itu titik awal dari proses sertifikasi akan bebrbeda untuk tiap organisasi tergantung pada berapa lama mereka telah melakukan kegiatan operasional dan seberapa rinci sistem lingkungan mereka saat ini.

Penilaian Awal dan Definisi Kegunaan

Sebelum suatu organisme memulai usaha desain dan implementasi secara besar-besaran, suatu penilaian awal terlebih dahulu harus dilakukan. Hal ini akan membantu menentukan hal mana yang sebenarnya membutuhkan sistem pengelolaan lingkungan yang baru. Sebagai contoh, apakah manajemen eksekutif telah membuat suatu kebijakan yang efektif ? bila sebagian besar sistem utama telah ada pada tempatnya, maka penilaian awal akan menunjukan bagian mana yang memerlukan perbaikan. Dokumen penilaian awal yang sifatnya formal tidak disyaratkan dalam sertifikasi. penilaian harus mengidentifikasi dokumen-dokumen, tindakan-tindakan dan prosedur yang diperlukan untuk memperoleh sertifikasi seperti pernyataan kebijakan, sistem pengelolaan, perencanaan, kegiatan operasional, personel, pelatihan dan tujuan yang ingin dicapai.

Suatu definisi harus dibuat sehubungan dengan penilaian awal tersebut. Kegunaan dapat berupa, menjaga lingkungan dengan lebih baik, untuk memperoleh sertifikasi ISO 14001, untuk lebih efektif dalam segi biaya, untuk memperbaiki hubungan baik dengan masyarakat, untuk meningktakan ketertarikan pasar, dan kegunaan lainnya. Agar berhasil, keseluruhan usaha memperoleh sertifikasi harus diringkas dan disajikan dalam penilaian awal dan disetujuan oleh manajemen puncak dari organisasi. Penilaian awal harus disajikan pada manajemen puncak dengan gaya yang menarik perhatian mereka. Presentasi ini dapat diberikan oleh manajer lingkungan organisasi itu atau seorang konsultan dari luar. penilaian awal dapat berupa pernyataan-pernyataan lisan atau tertulis, tergantung pada situasi, contohnya, hal tersebut dapat dikemukan pada pertemuan rutin manajemen perusahaan. Metode pengenalan yang lebih disukai dari sekedar penyampaian lisan dalam rapat adalah dengan menggunakan surat internal pada satu atau dua manajer eksekutif. Telepon atau surat dari konsultan yang menjelaskan kebutuhan akan sertifikasi dan menawarkan untuk menguraikan lebih lanjut perincian dan manfaat yang akan diperoleh adalah cara lain yang mungkin.

Siapapun yang mendekati pihak manejemen pertama-tama harus benar-benar menguasai ISO 14000 dan tahu bagaimana standar ini diterapkan pada organisasi tertentu. Mereka harus siap menjelaskan secara garis besar pada pertemuan pertama latar belakang dari standar tersebut dan dampaknya bagi organisasi, konsumen dan masyarakat. Pengetahuan individu dan presentasi pada pertemuan tersebut akan menentukan tingkat penerimaan dari proses sertifikasi oleh pihak manajemen. hal-hal pendukung harus dipersiapkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada segala hal yang berkaitan dengan sertifikasi. garis besar tentang cara memperoleh sertifikasi juga harus dipresentasikan pada saat ini.

Penilaian awal dapat dilakukan oleh konsultan atau personel dalam organisasi. Siapapun yang bertanggung jawab untuk penilaian harus melihat pekerjaan dan efek lingkungan yang dihasilkan oleh perusahaan dari sudut pandang yang netral atau independen. Bila tidak, kebijakan yang benar-benar efektif yang didasarkan atas penilaian ini tidak akan terbentuk. Program yang dijalankan tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan dan sertifikasi akan tertunda atau tidak akan pernah diperoleh. karena itu dapat dikatakan, bahwa masa depan organisasi mungkin bergantung pada kelengkapan, kecepatan dan integritas dari penilaian awal. Semua pekerjaan penilaian awal dengan hasil dan kesimpulannya harus didokumentasikan sebagai referensi selama prosedur sertifikasi.

Penilaian awal harus mencakup hal-hal :

  1. Salinan Standar ISO 14000 – Sekurang-kurangnya standar-standar yang dihasilkan oleh Sistem Pengelolaan Lingkungan (EMS).
  2. Daftar-daftar peraturan utama yang dapat diterapkan Suatu daftar peraturan-peraturan yang dapat diterapkan dan bagian-bagian dari peraturan-peraturan yang paling penting harus disusun. Bila hal ini memerlukan terlalu banyak kertas, maka akan lebih baik jika ringkasan peraturan, dokumen-dokumen pengarahan, atau bagian ringkasan peraturanlah yang disertakan.
  3. Daftar dampak utama dari kegiatan operasional – Perhatian yang cukup rinci untuk hal-hal penting pada langkah ini perlu dilakukan. Seluruh dampak, tak terkecuali, harus diidentifikasi. Kuantifikasi dan eliminasi dari dampak yang tidak pentingakan dilakukan kemudian. dampak yang diidentifikasi adalah yang menyangkut situs/operasi, bahan baku, vendor produk dan/atau jasa.
  4. Pengawasan lingkungan berlangsung saat ini – Daftar tindakan yang dilakukan saat ini harus mencakup efektivitas, kelengkapan, penempatan staf, pembiayaan dan dukungan manajemen puncak. hal ini juga mencakup penempatan prosedur, penggunaan konsultan, dan sistem pengawasan lingkungan utama yang ada saat ini.
  5. Aktivitas tambahan yang diperlukan dan area yang harus dicakup – Pada langkah ini harus diperkirakan tentang sistem apa yang harus ditambahkan untuk melindungi lingkungan. hal ini akan menjadi rekomendasi bagi pihak manajemen untuk meningkatkan pengawasan lingkungan dan/atau mendapatkan sertifikasi. Sejalan dengan berlanjutnya penilaian dan perencanaan, lebih banyak sistem akan terlihat.
  6. perkiraan biaya dan manfaat – ketika seluruh rekomendasi ini dibuat untuk manajemen, pertanyaan pertama yang mungkin timbul adalah yang berkaitan dengan biaya dan manfaat yang diperoleh. Bila hal tersebut sudah diperkirakan dari semula, kegiatan pembiayaan dapat dimulai lebih awal.

Persiapan Kebijakan

Suatu pernyataan kebijakan tentang lingkungan yang menyeluruh, yang mencakup seluruh pekerja dalam organisasi harus disiapkan. Kebijakan tersebut harus menyatakan dampak dan peraturan dalam pengertian yang luas. hal itu juga harus didukung oleh manajemen senior dan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan masyarakat yang menaruh perhatian akan hal ini. Persiapan kebijakan harus dimulai sejak awal dalam suatu proses dan ditingkatkan secara berkala.

Persiapan kebijakan perlu dilakukan sejak awal dalam suatu proses karena persetujuan manajemen puncak adalah kunci menuju sukses, walaupun kebijakan yang disiapkan tersebut masih sangat kasar, hal ini sekurangnya akan memberi arahan yang menyeluruh bagi suatu proses pada saat sangat dibutuhkan. Konsep kasar dari kebijakan tersebut harus disebarluaskan untuk perbaikan dan masukan dari sebanyak mungkin pekerja. hal ini akan meningkatkan penerimaan akan kebijakan tersebut seluas mungkin.

Mendapatkan Sumber Daya Sejak Awal

Sumber daya tertentu perlu didapatkan sejak awal proses agar keseluruhan usaha dapat dilakukan dengan tuntas. Sumber daya keuangan adalah sumber daya yang harus ada. pertama-tama, sumber daya organisasi seperti personel, juga harus disusun apabila belum ada. segera setelah ini terbentuk sumberdaya pelatihan dapat diidentifikasi dan diberikan. pembelian pasokan dan dukungan lainnya juga harus diusahakan.

Sumber Untuk Identifikasi Dampak Dan Persyaratan-persyaratan lainnya
Prosedur dan kebijakan untuk mengidentifikasi, menyusun dan menganalisis dampak ke dalam suatu sistem organisasi sangat diperlukan. Sekalipun tidak disyaratkan dalam memperoleh sertifikasi, tidak ada ruginya untuk memperoleh peraturan-peraturan dan dampak-dampak serta menyusunnya dalam satu atau dua bundel dokumen. Langkah ini sangat penting dan memudahkan pembuatan suatu desain dari prosedur dan pengawasan pengelolaan lingkungan yang sangat berarti.

Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran adalah hal berikutnya yang harus dipersiapkan dalam rangka menghasilkan suatu kebijakan. Dampak-dampak dan kebijakan baru teridentifikasi sebelumnya harus dipertimbangkan pada saat persiapan tujuan dan sasaran. Tujuan-tujuan yang ditetapkan akan mencakup pernyataan-pernyataan seperti penetapan program minimisasi limbah. Sasaran akan ditentukan secara khusus untuk setiap tujuan dan disajikan secara kuantitatif seperti 10 ton limbah aseton didaur ulang pada tahun 2006. Seperti pada kebijakan dan persiapan tujuan dan sasaran harus dimulai sejak awal dan secara terus menerus diperbaharui.

Pemanfaatan Dokumen dan Sumber daya yang Tersedia

Bila sudah ada dokumen yang berkaitan dengan program ISO 14001, maka hal tersebut harus dimanfaatkan. Hal ini dapat mencakup sebagian besar prosedur pengelolaan lingkungan yang baik dan sistem kualitas yang sudah digunakan. Sebagai contoh banyak dokumen ISO 9000 seperti pelatihan dapat digunakan. seperti apa adanya atau hanya dengan sedikit perubahan karena ada banyak hubungan atau elemen yang sama.

Persiapan dari Prosedur Operasi dan Rencana Tindakan yang baru
Setelah langkah-langkah di atas diselesaikan tiba saatnya untuk mempersiapkan prosedur-prosedur baru yang belum lengkap. Seringkali banyak sistem pengelolaan lingkungan terdiri dari prosedur dan standar yang tidak tertulis. Biasanya hal seperti ini akan menyebabkan kebingungan, kurangnya petunjuk dari dampak lingkungan yang negatif. Bahkan bila individu berencana untuk melakukan tindakan pengawasan lingkungan hanya satu kali, akan tetap bermanfaat untuk menuliskannya, sehingga pertanyaan-pertanyaan yang muncul tentang apa yang telah dilakukan dapat terjawab.

Petunjuk pengelolaan lingkungan harus disusun bila belum ada, untuk mencakup keseluruhan prosedur dan standar yang berbeda. Petunjuk tersebut juga harus mencakup salinan dari kebijakan perusahaan. Suatu prosedur atau bundel dokumen yang berkaitan dengan paraturan dan yang menyajikan prosedur untuk mengidentifikasi dan berkaitan dengan dampak adalah contoh tambahan. Bila suatu konsep kasar atau kumpulan awal dari bahan-bahan yang ada dibuat sesegera mungkin, tugas tersebut tidak akan terlihat berat.

Implementasi Program

Setelah kertas kerja dibuat, sistem pengelolaan lingkungan perlu dimplementasikan untuk dapat secara nyata membantu lingkungan. Namun demikian dalam kehidupan sehari-hari penundaan administrasi, kekurangan personel, dan pelatihan dapat menghambat perbaikan dan perlindungan lingkungan. Suatu kebijakan manajemen puncak yang baik, yang dibuat secara sungguh-sungguh akan terjamin keberhasilannya. Dengan mengetahui bahwa kelangsungan operasi tergantung pada perlindungan lingkungan yang inovatif, manajemen yang baik akan membuat program yang efektif. Intinya adalah bahwa sertifikasi memerlukan implementasi di samping persiapan prosedur dan dokumen.

Pelaksanaan Audit yang Berkelanjutan, Tinjauan Manajemen, Perbaikan, dan Tindak Lanjut.

Dengan melaksanakan audit atau meninjau kemajuan organisasi dalam pengelolaan lingkungan terus menerus, dimungkinkan untuk mengusulkan suatu tindakan perbaikan dan tindak lanjutnya. Bidang ini berubah dengan cepat sehingga penyesuaian harus dibuat hampir setiap hari. Segera setelah proses audit selesai, tindakan perbaikan harus dilakukan secepat mungkin. Masalah kewajiban berkembang jika berkas yang ada menunjukan adanya suatu perbaikan yang diperlukan tetapi tidak dilakukan. Proses audit, peninjauan, perbaikan dan tindak lanjut akan menghasilkan suatu perbaikan, yang berkesinambungan pada sistem pengelolaan lingkungan. Upaya untuk memperbaiki kualitas dan pengawasan lingkungan dengan dampak yang positif bagi organisasi dan makhluk hidup di dalam dan di sekitarnya, selalu mungkin dilakukan.

Audit Internal Untuk Standar ISO

Bila suatu organisasi merasa sudah hampir menyelesaikan hal-hal yang disebut di atas perlu sekiranya mengadakan suatu audit internal. Jenis audit seperti ini membantu mengidentifikasi perbaikan-perbaikan akhir yang perlu dilakukan. Proses audit hanya berguna bila auditor internal yang ada dilatih untuk kritis terhadap organisasi mereka, yang terkadang sulit untuk dilakukan. Suatu audit yang dilakukan secara benar oleh auditor yang terlatih, yang diberi cukup kebebasan untuk melaksanakan tugasnya akan menghemat waktu dan uang organisasi pada jangka panjang. Akan lebih murah bagi tim internal untuk mengidentifikasi dan melakukan perbaikan pada masalah-masalah yang ada daripada menyewa auditor dari luar.

Audit yang dilakukan Auditor Luar

Audit yang dilakukan untuk memperoleh sertifikasi biasanya dilakukan oleh auditor independen. Auditor dari pihak ketiga biasanya mendapat kredibilitas lebih karena dianggap lebih obyektif. namun di sisi lain pihak auditor mungkin tidak mengenal industri yang diauditnya dengan baik. Bila benar demikian, maka untuk memulai suatu hubungan yang positif dengan pihak auditor adalah dengan memberikan beberapa penjelasan tentang teknologi utama yang digunakan. secara keseluruhan, auditor harus cakap melakukan audit atas pengelolaan lingkungan dan disetujui oleh ISO sebelum mereka dapat memberi sertifikasi. Individu-individu dalam ISO sangat terlatih dalam melaksanakan audit dan bangga karenanya. Bila ISO 9000 digunakan sebagai patokan maka tidak mengherankan bahwa 50% gagal memperoleh sertifikasi pada saat audit pertama.

Sertifikasi

Seperti pada ISO 9000 atau OHSAS 18001, bila organisasi dapat lulus pada sebagian besar komponen yang diaudit maka sertifikasi akan diberikan. hal ini akan dapat terjadi bila komponen-komponen yang gagal lulus ini bukan merupakan kekurangan yang utama. Kegagalan memerlukan tindakan perbaikan dan penilaian ulang dalam jangka waktu tertentu.

Sertifikasi dapat diperoleh dengan tiga cara. Bila hal ini dilakukan oleh konsultan audit independen yang telah disetujui oleh ISO, maka sertifikasi yang diperoleh akan paling berbobot, sertifikasi dengan bobot kedua didapat ketika organisasi melibatkan pemasok di bawah kontrak. dalam hal ini audit dapat dilakukan oleh organisasi yang menggunakan pemasok. Sertifikasi yang dilakukan sendiri, memiliki bobot yang paling rendah. Namun demikian hal ini masih lebih baik dari tidak memiliki sertifikasi sama sekali. Apapun metode sertifikasi yang dipilih, setidaknya hal ini merupakan langkah proaktif ke arah yang tepat.

Perbaikan Berkelanjutan

Dengan melakukan audit internal dan pemantauan rutin, akan jelas terlihat bahwa kebijakan, tujuan, target dan perencanaan harus dapat dimodifikasi. Perbaikan keseluruhan sistem secara berkelanjutan akan membuatnya efektif dari segi biaya dan akan menurunkan dampak sebesdar mungkin. Perbaikan yang berkelanjutan bukanlah langkah terakhir. hal ini adalah langkah yang terpadu dari setiap langkah pengelolaan lingkungan.

10 Nama Perusahaan Yang Telah Menerapkan ISO 14001

0

Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pada prinsipnya dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu dampak bio-kimia-fisik dan dampak sosial. Contoh dari dampak bio-fisik-kimia misalnya pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan keanekaragaman hayati, atau pengurangan cadangan air tanah. Semua jenis dampak ini akan memberikan resiko yang mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh perusahaan. Misalnya pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan, akan memberikan resiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan tuntutan perdata, apakah tuntutan tersebut dari pemerintah, masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Ketika perusahaan berupaya untuk menerapkan ISO 14001, maka perusahaan tersebut telah memiliki komitmen untuk memperbaiki secara menerus kinerja lingkungannya. Namun, satu hal perlu dingat bahwa ISO 14001 merupakan standar yang memadukan dan menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan lingkungan hidup. Sehingga, upaya perbaikan kinerja yang dilakukan oleh perusahaan akan disesuaikan dengan sumberdaya perusahaan, apakah itu sumberdaya manusia, teknis, atau finansial. Berikut 10 Nama perusahaan yang telah menerapkan ISO 14001 dalam kegiatan produksi maupun jasa.

Kategori Industri Nama Perusahaan Lingkup Sertifikat Alamat Perusahaan Tahun Sertifikat Badan Sertifikat
Jasa PT. Jasa Satria Jasa Manajemen, Jasa Penggangu Jalan Yos Sudarso, Komplek Garama Citra Hill Blok A 1999 SGS
Kimia PT. Hercules Chemical Indonesia Manufacturing of sizing chemical for the paper industry Jl. Gunung Gangsir, Desa Nogosari, Pandaan Pasuruan-Jatim 2004 LRQA
Elektronik

/Mesin

PT. Tetrapack Presure vessel and food machinery JL. Raya Pulogebang Km. 3 Cakung, Jakarta 1999 LRQA
Electroplating PT. Dharma Polimetal Polimer dan Metal Jl. Raya Serang Km. 24 Balaraja Tangerang, Jawa Barat 1999 BVQI/QAS
Elektronik

/Mesin

PT. LG Philips Displays Indonesia Manufacturing of color picture tube, deflection yoke, flayback transformer Blok G MM 2100 Industrial Town Cibitung, Bekasi 17520 2004 TUV Int’Indonesia
Jasa PT. Astragraphia Document solution, sales operations maintenance, warehouse, delivery and recycle operation centre of fuji Jl. Buaran III Blok E5 BPSP Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur 2003 Sucofindo
Kimia Dupont Agricultural Product Indonesia The formulation and packaging of crop protection products and associated site activities Maspion unit II Desa Banjar, Kemantren Buduran Sidoarjo, Jatim 2000 LRQA
Kimia PT. Emdeki Utama Kalsium Karbit Krikilan 294, Driyorejo, Gresik 61 77, Jatim P.O 2002 KEMA
Fertilizer PT. Pupuk Kaltim Pupuk Bontang Utara, Kal-Tim 75313 1997 BVQI
Jasa PT. Kvaerner Indonesia Design, engineering & construction Sentra Mulia Suite 1201 Jl. HR Rasuna Said Kav X-6 No 8 Jakarta 1999 BVQI

KASUS PENCEMARAN LINGKUNGAN

0

ISMI MAULINA

33412846

3ID05

Contoh Kasus

PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No. 33 yang dibuat oleh Tn.A.H. van Ophuijsen,notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur Jenderal van Negerlandsch-Indiedengan surat No. 14 pada tanggal 16 Desember 1933, terdaftar di Raad van Justitie di   Batavia dengan No. 302 pada tanggal 22 Desember 1933 dan diumumkan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934 Tambahan No. 3. Dengan akta No. 171    yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22 Juli1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia.

Dengan akta no. 92yang dibuat oleh notaris  Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal  30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan keputusan No. C2-1.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari1998 dan diumumkan di Berita Negara No. 2620 tanggal 15 Mei 1998  tambahan No.39.

Perusahaan mendaftarkan 15% dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah memperoleh persetujuan dari Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal(Bapepam) No. SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1981. Pada Rapat UmumTahunan  perusahaan pada tanggal 24 Juni 2003, para pemegang saham  menyepakati pemecahan saham, dengan mengurangi nilai nominal saham dari Rp 100 per saham menjadi Rp 10 per saham. Perubahan ini dibuat di hadapan notaries dengan akta No. 46 yang  dibuat oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 10 Juli2003 dan disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan keputusan No. C-17533 HT.01.04-TH.2003. Perusahaan bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayurdan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh danproduk-produk kosmetik. Sebagaimana disetujui dalam Rapat Umum Tahunan Perusahaan pada tanggal 13 Juni,2000, yang dituangkan dalam akta notaris No. 82 yang dibuat oleh notaris SinggihSusilo, S.H. tertanggal 14 Juni 2000, perusahaan juga bertindak sebagai distributorutama dan memberi jasa-jasa penelitian pemasaran. Akta ini disetujui oleh MenteriHukum dan Perundang-undangan (dahulu Menteri Kehakiman) Republik Indonesiadengan keputusan No. C-18482HT.01.04-TH.2000. Perusahaan memulai operasikomersialnya pada tahun 1933.

Bentuk Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan

Perkembangan industri dewasa ini telah menyebabkan krisis lingkungan dan      energi.Bermula dari dampak industri inilah maka organisasi dan industri dituntut untukmeningkatkan pertanggung jawaban terhadap konservasi lingkungan. Berdasarkan         kondisi ini, maka tuntutan peraturan dunia terhadap pertanggungjawaban organisasi danindustri dalam pengelolaan lingkungan menjadi meningkat. Sistem Manajemen             Lingkungan telah menjadi tuntutan dari pelanggan negara maju yang secara sadar         melihat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan dilaksanakan sejak dini untuk    meminimalkan kerusakan lingkungan di masa depan.

Berbagai macam organisasi semakin meningkatkan kepedulian terhadap pencapaian danpenunjukan kinerja lingkungan yang baik melalui pengendalian dampak              lingkungan yang terkait dengan kegiatan, produk dan jasa organisasi yang bersangkutan, konsistendengan kebijakan dan tujuan lingkungan mereka. Hal tersebut dilaksanakan   dalam konteks semakin ketatnya peraturan perundang-undangan, pengembangan kebijakan ekonomi dan perangkat lain yang mendorong perlindungan lingkungan; dan meningkatnya kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Banyak organisasi telah melaksanakan kajian atau audit lingkungan untuk mengkaji kinerja lingkungan mereka. Bila dilaksanakan tersendiri,kajian dan       audit tersebut mungkin tidak cukup untuk memberikan jaminan bahwa kinerja lingkungannya memenuhi dan akan berlanjut memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan dan kebijakan organisasi. Agar efektif, kajian dan audit tersebut perlu dilaksanakan dalam suatu sistem manajemen yang terstruktur yang terintegrasi dalam organisasi tersebut. Unilever melaporkan bahwa mereka berupaya menerapkan prinsip-prinsip tata kelolaperusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) dalam setiap kegiatan.Prinsip ini pun telah diintegrasikan ke dalam ‘Tujuan Perusahaan’ dan ‘Kode Etik PrinsipBisnis’ Unilever. Dokumen-dokumen tersebut menjadi pedoman bagi manajemen,karyawan, mitra dan juga para pihak yang berkepentingan dalam aktivitas mereka.

Berkelanjutan juga diterapkan secara langsung di dalam beberapa elemen tata kelola     perusahaan Uniever, antara lain: Unilever bekerja sama dengan Safety and Environment Assurance Committee (SEAC)atau Komisi Jaminan Keselamatan dan Lingkungan yang berkedudukan di Inggris guna memastikan bahwa seluruh proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengankeselamatan dan lingkungan dari produk dilakukan secara terpisah dari keputusankomersial. Central Safety, Health and Environmen Committee (CSHEC) atau Komisi PusatKeselamatan, Kesehatan dan Lingkungan mengembangkan kebijakan, peraturan,prosedur dan standar tentang kesehatan, keselamatan   dan lingkungan, sertamenyebarluaskan perilaku yang aman dan penanganan investigasi kecelakaan. Kode etik perusahaan yang diungkapkan dalam Kode Etik Prinsip Bisnis   Unilever yangberkaitan dengan lingkungan adalah: Kode Etik Terhadap Lingkungan: “Unilever berkomitmen terhadap pengembangan manajemen dampak lingkungan secaraberkesinambungan dan terhadap tujuan jangka panjang berupa mengembangkan bisnis  yang berkesinambungan.”

Analisis Kebijakan Lingkungan PT. Unilever Indonesia, Tbk.

Efisiensi dalam produksi dampak lingkungan tempat produksi Unilever terbagi  atas dampak yang berasal dari luar (seperti penggunaan sumber daya dan energi) dan    dampak yang berasal dari dalam (seperti limbah cair dan sampah). Untuk mengelola     dampak ini sambil terus-menerus menyempurnakan proses produksi, Unilevermenerapkan Sistem Pengelolaan Lingkungan atau Environmental Management Sytem(EMS) berdasarkan ISO 14001. Elemen penting dari EMS Unilever adalah menetapkan dan meninjau sasaranberdasarkan indikator kinerja utama atau key performance indicator (KPI). Setiap tahun,Unilever mengumpulkan data dari pabrik Unilever di Cikarang dan Rungkut berupahasil pengukuran kinerja lingkungan yang penting. Data ini dibandingkan denganstandar yang berlaku di Indonesia dan target global Unilever, kemudian dihimpun dandianalisis sebagai bagian dari system pelaporan kinerja lingkungan atau Environmental Performance Report (EPR) global Unilever. Dalam hal penggunaan energi dan air, Unilever menyatakan bahwa sejak 2003, pabrik Unilever telah menerapkan berbagai program untuk mengurangi konsumsi energi.Program ini telah mengurangi jumlah penggunaan energy pabrik sebanyak 37%dibandingkan 2005. Sejak 2005, pabrik Rungkut telah berhasil mengurangi kebutuhan air dan mengurangi pembuangan air limbah dari proses produksinya melalui pemasangan unit pengolah air limbah reverse osmosis. Teknologi ini menyediakan pengolahan air limbah canggih yang memungkinkan pemanfaatan air buangan hasil daurulang untuk boiler dan menara pendingin. Sementara itu, limbah domestik dari toilet dan aktivitas pencucian masih dikirimkan langsung ke saluran limbah milik kawasan industri.

Unilever melaporkan penanganan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang telahdilakukannya, yaitu bahwa limbah B3 ini disimpan dalam ruang penyimpan khusus,sebelum dibuang ke PPLI, sebuah perusahaan pembuangan limbah B3 yang memenuhi standar lingkungan Indonesia dan internasional. Limbah padat dari kegiatan pencucian reaktor dipandang sebagai limbah B3 dan karena itu dikirim ke PPLI untuk pengolahan yang baik dan benar. Sedangkan untuk limbah yang tidak berbahaya Unilever bekerjasama dengan Asosiasi Industri Daur Ulang Plastik Indonesia (AIDUPI), kami memanfaatkan kemasan yang tidak terpakai atau bahan plastik lainnya untuk membuat produk plastik seperti ember atau keset. Limbah lain seperti drum kosong dan palet jugadikirimkan ke mitra untuk dipakai lagi atau didaur ulang.

Pada 2003, Unilever telah mengganti bahan bakar boiler dari solar ke gas alam yangmengandung relative lebih sedikit sulfur. Penggantian ini mengurangi emisi SOx kami secara signifikan. Namun, pada dua tahun terakhir, pasokan gas ke Rungkut tidaklah stabil, dan mereka terpaksa kembali memakai solar sambil mencari alternative bahan bakar rendah sulfur. Sementara itu, pabrik Cikarang tetap memanfaatkan gas alam,sehingga mampu menjaga tingkat emisi SOx yang rendah. Selain itu, Unilever berupaya mengurangi jumlah limbah tidak berbahaya yang dihasilkan pabriknya yang mencakup limbah domestik, serta produk dan kemasan yangtidak layak jual/pakai. Unilever berupaya memanfaatkan kembali atau mendaur ulanglimbah tersebut. Limbah yang tidak dapat dipakai atau didaur ulang lagi akan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Kini, lebih dari 4.800 ton/tahun limbah pabriknya dipakai lagi atau didaur ulang oleh pihak ketiga. Bekerja sama dengan Asosiasi Industri DaurUlang Plastik Indonesia (AIDUPI).

Unilever juga berhasil mengurangi jumlah limbah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir melalui cara inovatif untuk membuang lumpur dari instalasi pengolahan air limbah. Jumlah lumpur ini mencapai 5 ton per hari. Pada 2006, pihak Unilever telah menandatangani nota kesepahaman dengan produsen semen (PT Holcim) untuk mengolah lumpur air limbahnya sebagai bahan baku di pabrik mereka. Sejak pendatanganan itu, Unilever tidak lagi mengirim lumpur apa pun ke tempat pembuangan akhir. Salah satu instrumen untuk mencapai sasaran efisiensi lingkungan Unilever adalah Total Productive Maintenance (TPM). Sejak tahun 1992, Unilever telah memakai pendekatanTPM untuk menciptakan kondisi pabrik yang ideal. Kerangka kerja TPM didasari oleh lima prinsip yaitu :

Seiri – Keteraturan. Pisahkan alat yang diperlukan dari alat yang tidak diperlukan.Sediakan hanya alat yang diperlukan pada lantai produksi.

Seiton – Organisasi Tempat Kerja. Atur tempat kerja sehingga alat yang diperlukandapat diraih secara mudah dan cepat. Tempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.

Seiso – Pembersihan. Segera sapu, cuci, dan bersihkan semua yang berada di tempatkerja setelah dipakai.

Seikhatsu – Kebersihan. Jaga kebersihan semua alat sehingga selalu siap dipakai.

Shitsuke – Kedisiplinan. Setiap orang memahami, mematuhi, dan menerapkan aturan dipabrik.

Kelima prinsip ini dipercaya mampu membantu mereka dalam menjaga peralatan sedekat mungkin dengan kondisi peralatan yang ideal, bekerja lebih efisien, mengurangi waktu mesin tidak beroperasi, serta meningkatkan catatan keselamatan kerja, kecelakaan fatal, kecelakaan berakibat hilang waktu atau lost time accidents (LTA), kasus yang menghambat pekerjaan atau restricted work cases (RWC), serta kasus yang menuntut perawatan kesehatan atau medical treatment cases (MTC).

Pada dekade terakhir ini, unilever telah terus-menerus meningkatkan cara pengumpulan dan pelaporan data. Pada tahun 2006, mereka mengundang URS Verification Limited(URSVL) untuk mengaudit cara mereka mengelola catatan data pemantauan lingkungannya. Berdasarkan hasil audit ini, pihak unilever telah memperbaiki sistempengelolaan datanya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan transkripsi,dan untuk mengembangkan sistem penelusuran data lingkungan yang lebih baik. Semuaini dilakukan sebagai bukti komitmen dalam penyediaan informasi yang lengkap danakurat mengenai dampak lingkungannya.

Komitmen Unilever terhadap lingkungan ini telah mengundang perhatian berbagai pihak. Selama tiga tahun terakhir, kami meraih peringkat “Hijau” untuk kedua pabrik Unilever dari Kementerian Lingkungan Hidup, melalui penghargaan PROPER.Peringkat hijau diberikan kepada perusahaan yang telah mencapai “emisi nol”. Penghargaan tersebut membuktikan bahwa Unilever mampu kecelakaan fatal,kecelakaan berakibat hilang waktu atau lost time accidents (LTA), kasus yangmenghambat pekerjaan atau restricted work cases (RWC), serta kasus yang menuntutperawatan kesehatan atau medical treatment cases (MTC).

Solusi

Penerapan sistem manajemen lingkungan pada PT Unilever sudah cukup baik, dan penerapannya pun bukan hanya sekedar sistem melainkan sudah menjadi aksi, maka dari itu dibutuhkan perawatan secara terus menerus serta berkesinambungan Terhadap sistem tersebut. Pengawasan juga penting dilakukan baik pihak manajemen perusahaan maupun lembaga yang menaungi ISO sehingga sistem teraebut terus berfungsi dan berjalan.

PENCEMARAN LINGKUNGAN

0

Ismi Maulina

33412846

3ID05

13663724171978079920

PERMASALAHAN

Permasalahan tentang lingkungan sudah menjadi wacana lama bangsa Indonesia. Perkembangan jaman yang serba moderen ternyata juga berdampak pada lingkungan yang ada. Banyak pabrik mobil berinovasi membuat desain-desain baru. Konsumen pun tertarik membeli mobil baru itu. Akibatnya jalanan menjadi padat dipenuhi mobil berkapasitas lebih dari satu orang tersebut namun hanya ditumpangi sendiri. Selain jalan yang menjadi padat, gas yang dikeluarkan mobil itu menyebabkan polusi udara. Meski disadari kini mulai menerapkan teknologi ramah lingkungan. Tidak kalah dengan mobil, sepeda motor kini jumlahnya lebih banyak. Alat transportasi umum seakan tidak banyak diminati karena kualitasnya kurang standar yang mengakibatkan si pengguna kurang nyaman. Padahal alat transportasi ini dibuat untuk mengurangi kemacetan, polusi dan lain sebagainya, namun belumlah berhasil sukses. Saat terjadi kemacetan maka gas buang kendaraan semakin banyak sebab mereka yang tetap menyalakan mesin, menyumbangkan gas buang lebih banyak.

Saya menyuplik sedikit berita opini dari website yang menyebutkan “Awal abad XXI ini persoalan lingkungan telah bertambah semakin rumit. Persoalan lama masih banyak yang belum berhasil diselesaikan seperti sampah/MSW dan bencana alam yang telah menimbulkan dampak lingkungan, namun isu-isu baru (emerging issue) telah muncul, antara lain persoalan e-waste, B-3 dan perubahan iklim yang berdampak serius terhadap kesehatan manusia. Persoalan-persoalan baru tersebut telah menambah kerumitan permasalahan di kawasan perkotaan, karena sebagian besar sumbernya justru di wilayah perkotaan. Tuntutan hidup di perkotaan telah menimbulkan gaya hidup yang serba cepat dan menuntut penggunaan fasilitas modern seperti alat-alat elektrik dan elektronik serta konsumsi energi yang terus meningkat yang ternyata telah menimbulkan dampak negatip serius bagi kehidupan umat manusia. Upaya untuk mewujudkan clean land, clean water dan clean air di daerah perkotaan perlu terus dilakukan, karena kualitas lingkungan yang buruk telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan manusia. Salah satu hasil kajian menunjukkan bahwa akibat lingkungan yang buruk, masyarakat miskin Indonesia terpaksa harus membelanjakan dana yang sangat besar (sekitar 43 triliun rupiah) untuk biaya pengobatan yang semestinya dapat di dayagunakan untuk keperluan yang lebih produktip dan bermanfaat langsung bagi peningkatan kualitas kehidupannya”.

Hal tersebut sangatlah kompleks, dan kita rasakan saat ini. Udara yang tidak segar, cuaca yang tidak menentu, matahari terasa menyengat (efek pemanasan global), menyebabkan turunnya kualitas kesehatan. Selain polusi udara karena kendaraan, sampah juga masih menjadi masalah. Masih banyak orang yang membuang sampah sembarangan. Tdak hanya mengotori, mengurangi keindahan, namun juga berbau, bahkan menyebabkan banjir karena sungai-sungai tersumbat sampah. Semua permasalahan-permasalahan tadi akan berdampak pada manusia (penghuni). Dan penyebab semua itu ya tidak lain juga manusia itu sendiri.

SOLUSI

Perlunya sosialisasi penggunaan kendaraan bermotor.

Masyarakat pengguna mobil disosialisasikan / disadarkan bahwa mobil sebaiknya digunakan saat berpergian bersama-sama. Semisal saat pergi bersama keluarga. Saat berpergian sendiri usahakan menggunakan angkutan umum. Atau kalau tempat tujuannya dekat sebaiknya bersepeda atau jalan kaki. Hal ini akan membuat lebih sehat. Selain itu, terapkan budaya tertib berlalulintas agar tidak terjadi kecelakakan yang kadang juga memicu terjadinya kemacetan.

Perbaikan sarana dan prasarana transportasi.

Hal ini dikhususkan alat transportasi umum, agar pengguna merasa nyaman dan banyak pengguna kendaraan pribadi beralih ketransportasi umum. Dilakukan dengan penambahan alat transportasi umum beserta jalur/rute nya. Sebab kebanyakan orang malas naik kendaraan umum karena mereka malas menunggu lama dan jarak halte dari tempat tinggal jauh. Bangun tempat penitipan sepeda di dekat stasiun bus/angkot untuk daerah pinggiran kota / pedesaan. Kemungkinan jarak rumah ke stasiun bus jauh, maka perlu naik sepeda.

Sosialisasi pengelolaan sampah.

Perlu lebih gencar lagi sosialisasi pengelolaan sampah, baik di perkotaan maupun d pedesaan. Bukan tidak mungkin masyarakat desa juga belum sadar, missal saat selesai menyapu halaman rumah, karna depan ada sungai lantas supaya mudah dibung ke sungai. Padahal mereka bias membuar bak penampungan sampah. Sosialisasi tersebut juga dibarengi dengan kepemanduan dalam praktik. Agar tidak hanya jadi sekedar wacana. Diperlukan biaya peralatan yang dibutuhkan. Dengan begitu diharapkan pengelolaan sampah benar-benar terlaksana.

Penghematan daya listrik

Mematikan peralatan elektronik yang tidak digunakan. Suatu saat nanti disaat kualitas udara kita membaik, tidak diperlukan lagi mesin yang bernama AC (Air Conditioner) alat yang menyumbang terjadinya pemanasan global.

Lebih baik mencegah daripada mengobati.

Pemerintah seharusnya lebih menganggarkan perbaikan lingkungan sehat, sehingga tidak perlu ada anggaran untuk pengobatan bagi yang sakit.

Sumber : https://wltns.wordpress.com/2012/12/06/studi-kasus-lingkungan/